Nama : Yossi Pratiwi
PGSD 3/3
NIM : 40211117
AYAM PAK
MENTERI
Suatu
malam di akhir bulan Desember pintu barak yang terbuat dari kayu dan terletak
di daratan tinggi yang tandus ditekuk dengan keras.
“Bangun,
Tuan ! Ada masalah genting !”
Aku
membuka pintu dan disambut oleh angin musim dingin yang menerjang tubuh ku yang
menggigil.
“Apa yang
terjadi, Ibrahim?”
“Truk
pengangkut ayam India rusak di jalan raya!”
“Apa
hubungannya dengan kita?”
“Orang-orang
mengatakan ia milik Bapak Menteri, Tuan.”
Sebelum
pikiranku yang kaget memahami apa yang terjadi, dering telepon terus menerus
memanggilku. Aku mengangkatnya dan mendengarnya suara kepala proyek bergetar
dan penuh rasa takut.
“Insinyur
Marwan, mulai detik ini Andalah yang bertanggung jawab atas hidup matinya ayam
pak menteri itu!”
“Tapi,
aku ini Insinyur swasta.”
“Jangan lari
dari tanggung jawab! Pria sejati adalah orang yang muncul pada waktu-waktu
sulit! Sejak saat ini ayam-ayam Pak Menteri menjadi tanggungjawab Anda. Jangan
sampai ada seekor ayam pun yang mati!”
Bersama
Ibrahim aku bergegas turun ke jalan raya dan mencium aroma-aroma tidak sedap
dari sela-sela pegunungan.
Akhirnya
kami sampai di sebuah truk yang berdiri tegak dalam kegelapan tanpa bisa
bergerak sedikitpun seumpama seekor binatang yang sedang sakit, dijaga oleh 4
orang penjaga yang terlihat bengis dan kejam.
“Mengapa
kalian terlambat?” Tanya penjaga yang terpendek kepada kami.
“Cepat!
Ayam-ayam majikan ku tak akan mampu bertahan lebih dari satu jam dalam kondisi
yang sangat dingin seperti ini, “ teriak penjaga yang paling gemuk sambil
menyeka air matanya.
Aku
bersama Ibrahim berlari ke asarama buruh. Rupanya mereka telah tenggelam dalam
mimpi-mimpi indah mereka setelah bekerja keras seharian. Kami menyatakan lampu.
“Ayo
bangun sekarang! Ada masalah genting!” teriak Ibrahim.
“Apa yang
terjadi? Gempa Bumi?”
“Tidak
……tidak ………”
“Kebakaran
……… banjir ………?”
“Lebih
genting lagi……lebih genting lagi!”
“Kalau
begitu telah terjadi peperangan?”
“Tidak ……
tidak….. truk Pak Menteri rusak di jalan raya dan ayam-ayamnya dalam bahaya
besar…..”
Kebisuan
meliputi mereka semua. Mereka memandangi kami dengan penuh kebingungan. Aku tak
mengizinkan mereka ditanya lebih jauh. Aku memanfaatkan kebingungan mereka
dengan berteriak.
“ Ayo
kita berangkat! Tiap-tiap orang dari kalian harus membawa selimutnya dan
mengikutiku untuk menyelamatkan ayam-ayam tersebut.”
Mereka
bangkit dengan perasaan mendongkol dan mengikutiku sambil mencaci maki semua
makhluk yang berbulu dan berkuku serta seluruh nakhluk yang berjalan,
mernagkak, terbang, dan melompat.
Kami
sampai di tempat truk sial itu. Aku menyuruh tiap-tiap orang dari mereka
membawa dua ekor ayam, menyelimutinya, mendekapnya dengan penuh kasih saying
serta mengajaknya berbicara dengan lembut. Akhirnya seluruh ayam bisa
dipindahkan ke asrama buruh kecuali dua ekor ayam yang melompat dari pintu
mobil dengan memanfaatkan kegelapan malam dan menghilang di dasar lembah. Kami
tidak berhasil menemukannya meski kami telah melakukan pencarian intensif atas
perintah kepala proyek, Abdul Fatah, yang khawatir kalau kedua ayamnya tersebut
akan dimangsa oleh cuaca dingin yang sangat mencekam, ditnagkap oleh seorang
pencuri yang rakus atau dimangsa oleh musang yang cerdik. Semua upaya kami
ternyata sia-sia dan tak membawa hasil.
Ayam-ayam
yang selamat bertebaran di seluruh sudut ruangan asrama. Sesaat kemudian kami
mendengar suara kepala proyek berteriak keras lewat pengeras suara,
“Ayo
nyalakan semua lampu minyak, lampu listrik, dan lampu gas.”
Hanya
dalam hitungan menit rasa hangat telah menyeruak ke persendian ayam-ayam itu
dan mereka pun memancar dan menari-nari di seua tempat yang ada dalam asrama
sesuka hati. Kemudian seekor ayam menyendiri di antara lorong dan tempat tidur
sambil sesekali memandnag wajah-wajah kusut dengan penuh keangkuhan.
Aku duduk
bersama para buruh dengan wajah kecut sambil memperhatikan seekor ayam yang
berterbangan dan meloncat-loncat penuh kebebasan. Tak lama kemudian kami
melihat seekor ayam yang lain meloncat sesuka hatinya ke atas salah satu tempat
tidur atau ke atas salah satu almari. Dan hamper saja salah seorang buruh
memicu terjadinya pertempuran berdarah saat tanpa sengaja seperti yang
dikatakanny ia memandang seekor ayam yang mematuk jari kakinya yang terluka
dengan lahap. Para penjaga langsung menangkap orang ini dan memandanginya
dengan puas. Lalu mereka mengikatnya dan mengancam akan membunuhnya bila sampai
terjadi apa-apa pada ayam tersebut !
Sesudah
beberapa perundingan yang melelahkan, berkali-kali permintaan maaf, beberapa
janji yang terucap, penciuman jenggot yang kami lakukan serta ditambah dengan
permintaan maaf yang dilakukan oleh si penendang kepada ayam yang ditendang,
penciuman ayam olehnya, dan doa keselamatan yang dipanjatkannya untuknya, kami
berhasil menyelamatkan buruh pemilik jari yang terluka itu dari tangan para
penjaga ayam. Namun, bahaya yang mematikan rupanya tidak menimpa ayam yang
ditendang dan justru menimpa empat ekor ayam lain yang tertidur pulas di dekat
pintu sambil menggeletakkan lehernya dan memasrahkan diri kepada kematian sejak
mereka masuk ke asrama. Kami bergegas menghampirinya seperti seorang ibu yang
penuh kasih saying. Lalu kami memberinya makanan, minuman, obat, selimut, dan
doa yang bisa kami berikan. Akan tetapi, mereka semua akhirnya mati tanpa memperdulikan
ancaman Pak Menteri dan permohonan belas kasih kepala proyek. Walau terlihat
sedih, aku tetap mengolok-olok orang yang layak kuolok-olok dan menghina orang
yang yang pantas ku hina. Dan tatkala Pak Menteri menanyakan keadaan
ayam-ayamnya itu kepadaku via telepon, air mataku membantuku dan aku menjawab,
sambil mencucurkan air mata, “Ayam-ayam tersebut tidak mati. Akan tetaapi
rohnya di angkat ke langit untuk mendoakan Anda agar selalu memperoleh taufik
dan umur yang panjang!”.
Akan
tetapi, dengan kecerdasannya yang luar biasa, Pak Menteri mengetahui apa yang
telah terjadi dan menanggung musibah itu dengan kesabaran yang menakjubkan. Dia
juga berterima kasih kepadaku atas tindakan-tindakan ku yang mulia serta
menyuruhku menyembelih keempat ayam tersebut dengan cara islami karena ia
bermaksud memanfaatkan dagingnya untuk suatu tujuan.
Kami
terus begadang menjaga ayam-ayam itu hingga sebuah truk baru ang dibantu sebuah
truk yang lain datang untuk mengangkutnya di pagi hari. Beberpa orang pekerja,
beberapa orang pengawal dan beberapa orang dokter turun darinya. Lalu seluruh
ayam dinaikkan setelah disterilisasi dari keempat bangkai ayang yang lain.
Kemudian mereka meninggalkan kami tanpa sedikitpun mengucapkan terima kasih.
Catatan
pertama; kami tidak berhasil menemukan kedua ayam yang melarikan diri tersebut
hingga saat ini.
Cacatan
kedua; nama tempat rusaknya mobil tersebut diberi nama, “belokan ayam Pak
Menteri.”
Catatan
ketiga; aku memberikan daging keempat ayam itu secara adil, dua ekor untuk yayasan
sosial dan kedua ekor untuk anjing-anjing Pak Menteri.
Catatan keempat; malama evakuasi ayam tersebut
menjadi malam satu-satunya bagi kami untuk merasakan kehangatan di sepanjang
musim dingin.
Catatan
kelima; banyak dari kami berkhayal menjadi salah satu ayam Pak Menteri dan
khayalan tersebut terwujud saat kepala, perut, punggung, pantat, beberapa orang
yang beruntung dari kami ditumbuhi bulu. Selain itu, mereka juga bisa bertelur,
mematuk, dan bersuara melebihi ayam sungguhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar