BAB II
PEMBAHASAN
ALIRAN JABARIYAH
Aliran ini timbulnya di Khurasan, dipimpin oleh Jaham bin Shafwan[1].
Oleh sebab itu, golongan ini disebut juga dengan golongan Jahamiyah. Jaham bin shafwan ini sangat pintar
berdakwah, sehingga banyak penduduk dan masyarakat Khurasan mengikuti
ajarannya.
Jika kita lihat dalam sejarah perjuangan, dia bukan hanya semata-mata
berkecimpung dalam menyebarkan fahamnya dalam bidang agama saja, tapi juga dia
aktif dalam soal politik. Hal ini terbukti dimana dia menjadi sekretaris
pribadi Al-Haris bin Syureib lawan dari golongan khalifah bani umayah di
Khurasan, ternyata dia turut campur tangan dalam pemberontakan melawan bani
umayah tersebut pada tahun 128 H (periode khalifah marwan II, tahun 127 H-132
H). dalam pemberontakan tersebut Jaham dan Al-Haris dapat ditawan, dan dihukum
mati.
Prinsip-prinsip ajaran Jabariyah
Pokok-pokok ajaran aliran Jabariyah ini adalah kebalikan dari
ajaran Qadariyah. Dengan kata lain, ajaran Jabariyah ini merupakan garis tolak
belakang dengan ajaran Qadariyah dalam soal takdir.
Kalau aliran Qadariyah mengajarkan bahwa semua takdir buruk dan
baiknya adalah terletak pada aktivitas manusia itu sendiri. Sedangkan Alloh SWT
tidak tururt campur dalam persoalan tersebut. Maka sebaliknya dengan aliran
Jabariyah berpendapat bahwa : semua takdir terletak pada kekuasaan Alloh SWT
secara mutlak, sedangkan manusia tidak berdaya upaya sama sekali. Artinya,
semua usaha dan ikhtiar menusia itu tidak ada fungsi (non aktif).
Manusia disamakan dengan makhluk jumud (benda mati) seperti : buku,
kayu, air, dan sebagainya. Kalau semua Allah SWT menghendaki benda-benda itu
bergerak, maka barulah benda tersebut dapat bergerak dan seterusnya.
Kelanjutan dari pada ajaran ini, maka mereka berpendapat bahwa
segala hal yang terjadi
pada
diri manusia seperti hidup dan mati, sakit dan senang, pintar dan bodoh kaya
dan miskin, adalah realisasi dari takdir Tuhan. Manusia hanya menunggu saja
suratan takdir. Tidak ada gunanya sama sekali untuk merubah nasib yang malang
itu, sebab mereka berpendirian segala aktivitas manusia itu sudah dinon
aktifkan oleh Alloh SWT.
Untuk menguatkan faham mereka ini, mereka beralasan firman Alloh
SWT
يمحواالله ما يشاء و يثبت (الرعد : 39)
Artinya : “Alloh itu menghapus dan menetapkan pula apa-apa yang
dikehendakinya”(Qs. Ar-Ra’du : 39)
ولاينفعكم نمحس ان اردت ان انصح لكم ان كان الله يريدان يفويكم (هود :
34)
Artinya : “Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku, jika aku
hendak memberi nasehat kepadamua, sekiranya Alloh hendak menyesatkan kamu”
(Qs.Hud : 34)
ختم الله على قلوبهم و على سمعهم وعلى ابصارهم(البقرة : 7)
Artinya : “ Alloh telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka
dan penglihatan mereka ditutup”. (Qs. Al-Baqarah : 7)
Mereka tidak memperhatikan ayat yang
mnedorong supaya manusia berupaya unutk memperbaiki nasibnya :
ان الله لا يغير ما بقوم حتى يغير وا ما با نفسهم (الرعد : 11)
Artinya : “ Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan (nasib)
suatu kaum (seseorang) sehingga mereka (mau berusaha) merubah keadaan yang ada
pada (diri) mereka itu” (Qs. Ar-ra’d 11)
Sealin dari itu golongan Jabariyah ini tidak sesuai dengan aqidah
islam yang sebenarnya, antara lain :
a.
Tentang
sifat-sifat Alloh SWT
Mereka
menolak sama sekali adaNya sifat-sifat Alloh SWT, yang tercantum dalam
sifat-sifat 20. Alasan mereka, bahwa yang dinamakan Alloh SWT, itu hanyalah
dzat yang mutlak. Sedangkan sifat adalah sesuatu yang berhubungan dengan
makhluk. Justru itu kalau Alloh SWT mempunyai sifat, berarti samalah dengan
makhluk.
Adapun
mengenai ayat-ayat Al-Quran yang membuktikan tentang adaNya sifat-sifat Alloh
SWT seperti : sama’, bashar. Kalam, dan lain sebagainya. Seperti tercantum
dalam Al-Quran :
انه هواالسميع
البصير (الاسرا : 1)
Artinya
: “ Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”. (Qs. Bani Israil : 1)
وكلم الله موس
تكليما (النساء : 164)
Artinya
: “Dan Alloh telah berfirman (berkata) kepada Musa dengan firman Nya(langsung).” (Qs. An-nisa’ : 164)
Ayat-ayat
yang seperti ini mereka takwilkan, karena untuk menghindari persamaan Alloh SWT
dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk.
b.
Mengenai
Al-quran
Sehubungan
dengan pendapat mereka yang tidak mengakui sifat-sifat Alloh SWT, maka dengan
sendirinya sifat kalam (berkata-kata) temasuk salah satu dari sifat sibaharu
(makhluk). Oleh karena itu, mereka tidak mengakui pula sifat kalamullah atau
Al-quran itu Qadim. Tapi adalah hadits (baharu)
c.
Mengenai ru’ya
Ru’ya
atau melihat Allah SWT di akhirat nanti, menurut mereka suatu hal yang tidak
mungkin adanya. Artinya, kita tidak dapat melihat wajah Alloh SWT walaupun di
akhirat nanti. Alasan mereka demikian, bahwa setiap sesuatu yang dapat dilihat,
sudah barang tentu ada arah dan materinya(benda yang dapat dilihat). Sedangkan
Alloh Maha Suci dari sifat mengambill tempat dan berujud benda atau materi.
Oleh karena itu, mereka membantah akan adanya melihat Alloh SWT diakhirat
nanti, walaupun itu ada keterangannya dalam Al-quran.
d.
Mengenai fungsi
surga dan neraka
Surga
adalkah tempat ganajran bagi orang yang beramal kebajikan. Dan sebaliknya,
neraka adalah tempat balasan bagi orang yang mengerjakan perbuatan dosa. Dan
nantinya setelah orang-orang yang taat berada di surga telah merasakan
kenikmatan surga tersebut, dan demikian juga bagi orang-orang yang berdosa yang
berada dineraka telah merasakan pedihnya azab neraka tersebut, maka kedua
tempat (surga dan neraka) itu akan dihilangkan atau dilenyapkan oleh Alloh SWT.
Berarti menurut mereka fungsinya surag dan neraka itu sifatnya hanya sementara
waktu saja.
e.
Kesimpulan dari
ajaran jabariyah serta eksisnya.
Mereka
sangat terikat dengan ayat-ayat Al-quran yang menegaskan bahwa makhluk ini tidak
berdaya, terkecuali apa yang telah ditentukan oleh Alloh SWT. Akibatnya,
timbullah sifat apatis (masa bodoh, tidak ada keinginan) untuk berusaha dan
berikhtiar, kemalasan bekerja, putus asa dan menyerah diri tanpa ada
perhitungan buruk baiknya. Jauh dari pada itu, akibatnya yang negatif ialah,
su-uzhan (sangkaan yang jelek) terhadap Alloh SWT kalau mereka mengalami nasib
yang buruk.
A.
ASAL USUL JABARIYAH
Selama periode pemerintahan Bani Umayyah , muncul diskusi
dikalangan kaum muslimin mengenai apa yang disebut oleh kalangan modern barat
sebagai permasalahan tentang kehendak bebas (free will) dan takdir (predestination)
namun ketika diskusi ini dilaksanakan , istilah – istilah yang dipakai
bermacam-macam.[2]
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Didalam al-munjid dijelaskan bahwa
nama Jabariyah berasal dari kata jabara
yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.[3] Kalau dikatakan , Allah SWT mempunyai sifat al-jabar (dalam bentuk mubalaghah ), itu artinya Allah Maha memaksa. Ungkapan al-insan
majbur mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya ,
kata jabara (bentuk pertama) setelah
ditarik menjadi jabariyah (dengan menambah ya
nisbah) , memiliki arti suatu kelompok atau aliran(isme). Lebih lanjut
Syahrastani menegaskan bahwa paham al-jabar
berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan
menyadarkannya kepada allah SWT. Dengan kata lain , manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan
terpaksa. Dalam bahasa inggris,
jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyebutkan
bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar tuhan. [4]
Dalam konteks geo-cultural
bangsa Arab, faham Jabariyah diduga telah ada sejak sebelum Islam datang ke
masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir yang
terjal dan gersang serta panas, telah memberi pengaruh besar bagi cara hidup
mereka. Dalam du dalam kehidupan sehari-hari, mereka banyak bergantung pada
kehendak alam. Dalam dunia seperti ini mereka tidak banyak melihat untuk
mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Mereka merasa dirinya lemah dan tidak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran
hidup yang timbul oleh suasana padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari,
mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal inilah yang membawa mereka
bersikap fatalistic.
B.
MENGENAL TOKOH
JABARIYAH
1.
Jahm
bin Syofwan
Nama lengkapnya adalah Abu mahrus jahm bin shafwan
(golongan jabariyah extrim). Ia berasal dari khurasan, bertempat tinggal di
kufah. Ia seorang dai yang fasih dan lincah(orator). Ia menjabat sebagai
sekertaris haris bin surais, seorang mawali yang menentang pemerintahan bani
umayah di khurasan. Ia ditahan kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama.
Sebagai seorang penganut dan penyebar faham jabariyah,
banyak usaha yang dilakukan jahm yang terbesar ke berbagai tempat
seperti ke tirmidz dan balk. Pendapat jahm yang berkaitan dengan
persoalan teologi adalah sebagai berikut:
a.
manusia
tidak mampu berbuat apa – apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat jahm tentang
keterpaksaan ini lebih dikenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan
neraka, konsep iman, kalam Allah SWT, meniadakan sifat Allah SWT, dan melihat
allah SWT di akherat.
b.
surga
dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang
kekal selain allah SWT.
c.
iman
adalah ma'rifat atau membenarkannya dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama
dengan konsep iman yang diajukan oleh
kaum murji'ah.
d.
kalam
allah adalah makhluk. Allah Maha Suci dari segala sifat dan keserupaan dengan
manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula dengan Allah SWT,
Dia tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak.
Dengan demikian ,dalam beberapa hal pendapat jahm hampir
sama dengan murji'ah, mu'taziah, dan asy'ariyah.
2.
Ja'd
bin Dirham
Ja'd ( golongan Jabariyah extrim) adalah seorang Maulana
Bani Hakim, ia tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan didalam lingkungan orang
Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajarkan
dilingkungan pemerintah Bani Umayah, tetapi setelah tampak pemikiran –
pemikirannya yang kontroversial, Bani Umayah kemudian memberhentikannya.
Kemudian Ja'd lari ke Kufah dan disana
ia bertemu dengan Jahm serta menstransfer pemikirannya kepada Jahm untuk
dikembangkan dan disebarluaskan.
Doktrin pokok Ja'd secara umum sama dengan pemikiran
Jahm. Al-ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
a.
Al
– Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu ia baru. Sesuatu yang baru tidak
bisa disifatkan kepada Allah.
b.
Allah
tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara,melihat,dan
mendengar.
c.
manusia
terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
3.
An
– Najjar
nama lengkapnya adalah Husain Bin Muhammad An – Najjar
(wafat 230 H). Ia adalah tokoh Jabariyah moderat. Jabariyah moderat mengatakan
bahwa Allah SWT memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan baik
maupun perbuatan jahat, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga
yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Inilh yang dimaksud dengan kasab (acquisition). Menurut faham
kasab manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Allah SWT),tidak seperti wayang
yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan ,
tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Alah SWT. Sedangkan
menurut An – Najjar, Allah SWT tidak dapat dilihat di akherat. Akan tetapi, An
– Najjar menyatakan bahwa Allah SWT dapat saja memindahkan potensi hati
(ma'rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Allah SWT.
4.
Adh
– Dhirar
nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya
tentang perbuatan manusia sama dengan An – Najjar sehingga ia tergolong kaum
Jabariyah moderat. Menurutnya manusia tidak hanya merupakan wayang yang
digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatannya dan
tidak semata – mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas Adh –
Dhirar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara
bersama – sama. Artinya, perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Allah
SWT, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam
mewujudkan perbuatan – perbuatannya.
Mengenai melihat Allah SWT di akherat kelak, Adh-Dhirar
mengatakan bahwa Allah SWT dapat dilihat di akherat melalui indera keenam. Ia
juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah ijtihad.
Hadist Ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
C.
AYAT – AYAT JABARIYAH
terlepas dari ada tidaknya kondisi alam yang telah
menjadikan orang Arab berfaham Jabariyah, Al-qur'an sendiri banyak memuat ayat
– ayat yang dapat membawa timbulnya faham Jabariyah, seperti dalam ayat-ayat
dibawah ini :
“padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang
kamu perbuat itu”.
(QS. Ash-Shaffat :96)
“maka (yang sebenarnya) bukan kaum yang membunuh mereka,
akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka,
An bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan
untuk memberi kemenangan kepada orang – orang mukmin, dengan kemenangan yang
baik. Sesungguhnya Allah maha mendengar dan maha mengetahui.” (QS. Al-Anfal :
17).
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila
dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.
(QS. Al-Insan : 30)
Ayat-ayat
tersebut terkesan membawa seseorang kepada alam pikir Jabariyah. Mungkin inilah
yang menyebabkan pola pikir Jabariyah masih tetap ada dikalangan umat islam
hingga kini walaupun aliran Jabariyah
sendiri eksistensinya sudah tidak ada.
Menurut
faham Jabariyah ekstrim (Jahm dan Ja’d) perbuatan-perbuatan diciptakan Allah
SWT dalam diri manusia, tak ubahnya dengan gerak yang diciptakan Allah dalam
benda-benda mati. Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti
sebenarnya, tetapi dalam arti majazi atau kiasan; tak ubahnya sebagaimana
disebut air mengalir, batu gerak, matahari terbit, dan sebagainya. Segala
perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya termasuk
didalamnya perbuatan-perbuatan seperti mengerjakan kewajiban , menerima pahala,
dan menerima siksa.
Menurut
faham Jabariyah ekstim ini, segala perbuatan manusia tidak merupakan perbuatan
yang timbul dari kemauan sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksa atas dirinya.
Misalnya kalau seorang mencuri, itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri
tetapi timbul karena qadha dan qadar dari Allah. Allah-lah yang memaksa ia
menjadi pencuri. Sedangkan menurut faham Jabariyah moderat (An-Najjar dan
Adh-Dhirar) yang menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia pada hakekatnya
diciptakan oleh Allah, dan diperoleh pada hakikatnya oleh manusia. Inilah yang
dinamakan dengan kasab.
Kasab
merupakan faham jalan tengah antara faham jabariyah dan Qodariyah.
D.
IBRAH
Isu sentral dari diskursus dalam teologi islam klasik
antara jabariyah dan Qodariyah adalah tentang perbuatan manusia. Disatu sisi
jabariyah menyatakan bahwa perbuatan manusia berasal dari Allah SWT dan disisi
yang lain qodariyah meyakini bahwa perbuatan manusia ditimbulkan dari diri
manusia an sich. Titik temu dari dua aliran itu diungkapkan oleh para pengikut
aliran jabariyah yang moderat, seperti An-Najjar, dan Adh-Dhirar melalui teori
kasab(acquisition).
Jika ditarik dalam konteks kekinian, nampaknya teori
kasab inilah yang memunculkan istilah ikhtiar (berusaha) dan tawakal (berserah
diri). Manusia dapat berikhtiar semampunya untuk mendapatkan atau untuk
melakukan sesuatu, namun manusia harus menyerahkan hasil kerja atau
perbuatannya kepada Allah SWT (tawakal) karena Allah-lah yang menentukan hasil
dari perbuatan manusia. Hal ini menjadi keyakinan umum bagi umat islam walaupun
pada kenyataannya banyak juga umat islam yang tidak bisa menerima dengan hasil
kerja yang tidak sesuai dengan keinginannya, itulah yang memunculkan penyakit
stress pada manusia.
Dalam konteks yang lain, contoh teori kasab yang
memunculkan istilah ikhtiar dan tawakal adalah sebagai berikut : “ada dua laki-laki yang sama-sama memiliki
penyakit jantung dan sama-sama berumur 56 tahun. Yang satu bernama Slamet, yang
secara ekonomi terbilang kaya dan yang satunya lagi bernama Untung, yang secara
ekonomi termasuk kategori miskin. Disaat yang bersamaan penyakit jantung mereka
kambuh. Karena kaya, Slamet dirawat dirumah sakit yang besar yang memiliki
fasilitas lengkap dengan dokter dan suster yan berkompeten. Untung yang
tergolong miskin akhirnya hanya dapat dirawat dirumah sakit yang kecil,yang
fasilitasnya kurang memadai dengan dokter dan suster yang belum berpengalaman.
Namun yang terjadi, Slamet yang dirawat di rumah sakit berkelas mewah malah
akhirnya meninggal dunia. Ssedangkan Untung yang dirawat di rumah sakit yang
serba terbatas malah selamat.”
Secara rasional harusnya yang selamat adalah Slamet yang
dirawat di rumah sakit berkelas, namun karena manusia hanya bisa berusaha dan
yang menentukan hasilnya adalah Allah SWT, ternyata slamet meninggal dan yang
tetap hidup adalah Untung. Itulah contoh aplikasi dari teori ikhtiar dan
tawakal.
Selain memunculkan konsep tentang ikhtiar dan tawakkal,
teori kasab nampaknya juga memunculkan term “insya Allah” yang berarti jika
Allah menghendaki. Biasanya term “Insya Allah” tersebut sering diucapkan oleh
umat islam ketika membuat sebuah janji. Memang masuk akal juga ketika kita
membuat janji, misalnya janji itu mendatangi suatu acara dengan mengatakan
“Insya Allah” karena kita tidak tahu apakah kita bisa memenuhinya atau tidak.
Namun melihat kondisi sekarang, umat islam akhirnya malah menjadikan term
“Insya Allah” sebagai pemanis kata, untuk mencari aman apabila tidak dapat
memenuhi janji tersebut. Tentu ini mengundang kekecewaan dari orang yang diberi
janji. Kekecewaan inilah yang memunculkan term baru, yaitu “insya An Nas” yang
berarti jika manusia menghendaki.
Munculnya term “insya An Nas” sebagai wujud kekecewaan
terhadap umat islam yang menjadikan term “insya Allah” sebagai pemanis kata
pada dasarnya merupakan representasi dari spirit ajaran faham Qodariyah yang
menyatakan bahwa segala perbuatan itu diciptakan oleh manusia itu sendiri.
Akhirnya diskursus antara jabariyah dan qadariyah dengan isu sentral perbuatan
manusia selalu menjadi diskursus menarik sepanjang masa.
Peran manusia dalam perbuatannya berkaitan erat dengan
kemampuan atau daya yang dimilikinya. Daya yang dimiliki manusia itu memiliki
dua kemungkunan, daya itu efektif atau daya itu tidak efektif. Sementara dalam
pelaksanaan peran dan tugasnya, manusia dituntut aktif dan kreatif. Manusia
dapat berbuat, berupaya, bekerja, mencipta dan sebagainya, hal ini merupakan
konsekuensi logis dari sifat kekhalifahannya di bumi. Peran khalifah ini
menyebabkan manusia mewujudkannya dalam bentuk aktivitas-aktivitas yang nyata
dan berwujud untuk perkembangan dunia.
Akhirnya, pandangan adanya persaingan antara Allah SWT
dan manusia dalam menciptakan sebuah perbuatan hendaknya dihindarkan. Allah SWT
menempatkan manusia pada posisi yang unik, yaitu khalifah dengan pemberian
tugas yang disebut amanah. Pengangkatan manusia sebagai khalifah fil ardh bukan
berarti mengurangi keagungan Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT mengutus Nabi,
begitulah Allah SWT memberikan amanah kepada manusia. Manusia memiliki daya
(qudrah), kemampuan (istitho’ah), dan anggota badan. Ia juga mempunyai
kemampuan intelegensia, akal dan emosi sebagai hal logis yang diberikan Allah
SWT pada manusia selaku subjek untuk mewujudkan perbuatannya.
Daya, kemampuan (akal dan hati), dan anggota badan
diharapkan dapat dioptimalkan oleh manusia sebagai “tool of life” dan “tool to
life” agar dunia ini jauh dari kecemasan seperti apa yang dikhawatirkan
malaikat pra pencipta manusia sebagaimana tergambar dalam
QS.
Al- Baqoroh :30.
Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat :
“sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata: “mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”Tuhan berfirman : “sesungguhnya
aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. “ (QS. Al-Baqoroh :30)
Berbagai kerusakan yang ada dimuka bumi ini serta
peradaban emas yang telah menghiasi dunia ini adalah bukti bahwa dengan akal
dan hati masa depan kita ini berada. Entah kemana akan dilangkahkan, disanalah
masa depan kita berada. Berbagai pandangan yang ada, baik jabariyah maupun
qodariyah hendaknya tidak melupakan aspek aksiologi keterciptaan manusia, yakni
disamping untuk menyembahNya juga untuk mengelola dunianya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Prof.Noor Matdawan, “ Akidah dan Ilmu Pengetahuan dalam
Lintasan Sejarah Dinamika Budaya Manusia”. Penerbit : Yayasan “ Bina Karier”
LP5BIP yogyakarta 1990
Novan Ardy Wiyani, M.Pd.i, “Buku Pegangan Mata Kuliah Syudy Islam
11”, STKIP Islam Bumaiyu 2010
[1]
Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, sebenarnya orang yang mencetuskan faham ini
adalah Al-Ja’d bin Birham, adapun Jaham bin Shafwan, orang yang gigih
menyebarluaskan ajaran tersebut.
[2]W. Mongomery Watt, Studi...,hlm. 109.
[3]Ghufron,
TermometerKebebasanManusia: Dialog CerdasBersamaQodariyahdanJabariyah,
JurnalLentera, Vol. 14, No.8, Agustus 2009, hlm. 29.
[4]Abdul
Ro Zak danRorihon Anwar, Ilmu…, hlm. 63
Tidak ada komentar:
Posting Komentar