|
ARTIKEL STUDY ISLAM
TENTANG
ETOS KERJA DALAM ISLAM
Disusun Oleh :
Yossi Pratiwi
NIM : 40211117
Program Study : PGSD 3 semester 2
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
STKIP ISLAM BUMIAYU
TAHUN 2012
|
Apa yang
dimaksud dengan etos???
Etos berasal dari bahasa Yunani ( Ethos ) yang memberikan arti
sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini
tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.
Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang
diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang
hampir mendekati pada pengetian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan
baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau
semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik,
dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan
segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan (fasad) sehingga setiap
pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama seklai cacat
dari pekerjaannya (no single defect). Sikap seperti ini dikenal dengan ihsan,
sebagaimana Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuknya yang paling sempurna
(fi ahsani taqwim). Senada dengan kata ihsan, didalam Al-Qur’an kita temukan
pula kata itqan yang berarti proses pekerjaan yang sangat bersungguh-sungguh,
akurat, dan sempurna (An-Naml : 88). Akibatnya, seseorang muslim yang memiliki
kepribadian Qur’ani pastilah akan menunjukkan etos kerja yang bersikap dan
berbuat serta menghasilkan segala sesuatu secara sangat bersungguh-sungguh dan
tidak pernah mengerjakan sesuatu setengah hati (mediocre). Dengan etos kerja
yang bersumber dari keyakinan Qur’ani, ada semacam keterpanggilan yang sangat
kuat dari lubuk hatinya, “ Aku ini seorang muslim, aku ini wakil Allah dimuka
bumi; apakah pantas bekerja setengah-setengah? Apakah pantas seorang khalifah
menunjukkan hasil kerja yang tidak berkualitas? Bila Allah telah berbuat ihsan,
mengapa aku tidak mengikutinya untuk berbuat ihsan juga? Sebagaimana firmanNya
“…..Dan berbuat baiklah (ihsan) sebagaimana Allah telah berbuat baik (ihsan)
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash:77)
Karena etos berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, hendaknya
setiap pribadi muslim harus mengisinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang positif
dan ada semacam kerinduan untuk menunjukkan kepribadiaannya sebagai seorang
muslim dalam bentuk hasil kerja serta sikap dan prilaku yang menuju atau
mengarah kepada hasil yang lenih sempurna. Akibatnya, cara dirinya mengekspresi
sesuatu selalu berdasarkan semangat untuk menuju kepada perbaikan (improvement)
dan terus berupaya dengan maat bersungguh-sungguh megnhindari yang negatif
(fasad).
Etos yang juga mempunyai nilai moral adalah suatu pandangan batin
yang bersifat mendarah daging. Dia merasakan bahwa hanya dengan menghasilkan
pekerjaan yang terbaik, bahkan sempurna, nilai-nilai islam yang diyakininya
dapat diwujudkan. Karenanya, etos bukan sekedar kepribadian atau sikap,
melainkan lebih mendalam lagi, dia adalah martabat, harga diri, dan jati diri
seseorang.
Etos menunjukkan pula sikap dan harapan seseorang (raja’). Imam
Al-Qusairi mengartikan harapan sebagai keterpaduan hati kepada yang
diinginkannya terjadi di masa yang akan datang. Perbedaan antara harapan dengan
angan-angan (tamanni) adalah bahwasanya angan-angan membuat seseorang menjadi
pemalas dan terbuai oleh khayalannya tanpa mau mewujudkannya.
Didalam harapan tersimpan kekuatan dahsyat di dalam hatinya yang
terus bercahaya, berbinar-binar, sehingga menyedot seluruh perhatiannya. Mereka
terobsesi, terpikat dan terus berjalan untuk memenuhi harapannya tersebut.
Mereka ingin mewujudkan harapan atau cita-citanya itu memiliki sikap ketabahan
yang sangat kuat. Mereka tidak gampang menyerah atau berganti haluan dari arah
yang telah diyakininya karena mereka menyakini firman Allah, “ Dan, janganlah
kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan
kuat, menjadi cerai berai kembali…...”( An-Nahl: 92).
Kita menyaksikan begitu banyak orang yang berhasil dan mampu
mengubah wajah dunia, mereka adalah yang seluruh hidupnya diabdikan untuk
mewujudkan pengetahuan dan harapannya tersebut melalui semangat kerja yang tak
kenal kata mundur atau menyerah. Hidupnya menjadi bermakna karena ada harapan.
Pantaslah Allah SWT menyeru kita untuk tetap memiliki harapan dan menggolongkan
mereka yang berputus asa ke dalam golongan orang-orang yang sesat, sebagaimana
firmanNya, “ Tidak ada orang yang yang berputus asadari rahmat Tuhannya
kecuali orang yang sesat.”(Al-Hijr:56). Adapun orang yang berputus asa
termasuk dalam kelompok kufur, sebagaimana Allah berfirman, “ Sesungguhnya
tiada putus asa dari rahmat Alloh, melainkan kaum kafir.”(Yusuf:87 dan
Al-Hijr:55)
Untuk meraih harapannya, segala kekuatan dan potensi yang ada pada
dirinya. Dia nyalakan semangat yang megilhami seluruh gerak kehidupannya.
Seakan-akan ada nyala api yang terus memantulkan cahaya memenuhi pikiran, hati
dan tindakannya. Semangat ini mendorong perilaku yang tak kenal kata menyerah.
Mereka yang pernah mengukir sejarah dunia adalah mereka yang tidak mengenal kata
“mundur”. Bila kamus kehidupannya dibuka niscaya kamus mereka tidak lengkap
karena ada satu kata yang hilang, yaitu kata “mundur”. Mereka sadar, harapan
tidak mungkin tercapai bagi mereka yang memiliki jiwa yang mundur. Kenanglah
semangat Rosululloh ketika beliau ditawari harta, tahta, dan jabatan agar
berhenti menegakkan kebenaran. Beliau menolak segala tawaran tersebut dan tetap
teguh pada pendiriannya seraya berkata, “Walau matahari di tangan kananku,
rembulan ditangan kiri ku, tidak pernah ada kata mundur atau berhenti dari misi
suci ini……”
Begitulah obsesi dirinya untuk mewujudkan harapan (hope) sehingga
ia mengasah mata pikirannya(head), melatih ketabahan dan ketajaman intuisinya
(heart) dan membuktikannya dengan keterampilan (hand).
Mereka sadar bahwa untuk mewujudkan harapannya itu haruslah
memiliki kualitas sehingga mampu bersaing. Hidup adalah sebuah
persaingan(fastabiqul khairat). Itulah sebabnya, untuk menjadikan diri yang
berkualitas, dia tak kenal berhenti untuk terus belajar, belajar, dan belajar.
Merekapun sadar bahwa tiga potensi dirinya, yaitu head, heart, dan hand,
hanyalah sebuah khayalan bila tidak ditambah dengan satu sikap yang mutlak
diperlukan, yaitu hard working.
Harapan hanya bisa diraih bila memenuhi kualitas kepribadian yang
secara metaforis dapat digambarkan dalam rumus sebagai berikut :
Kualitas bukan sekedar hasil, melainkan sebuah proses dari
keterpanggilan hati. Kualitas adalah gambaran yang menjadi obsesi bagi setiap
pribadi muslim yang memiliki etos kerja. Kualitas adalah proses yang secara
konsekuensi menapaki jalan yang lurus. Dalam dunia usaha, jalan yang lurus
tidak lain adalah seluruh komitmen dirinya dengan perusahaan. Setiap karyawan
yang memiliki etos kerja tidak akan mengabaikan begitu saja seluruh prosedur yang
ada karena setiap kalimat dari prosedur merupakan hasil dari buah pemikiran dan
kesepakatan. Mereka yakin bila prosedurnya berkualitas niscaya akan berakhir
dengan hasil yang berkualitas pula. Salah satu kata kunci dari kualitas
tersebut terletak pada setiap individu dari perusahaan tersebutpun harus
memiliki kualitas.
Apa yang
dimaksud dengan kerja???
Hampir disetiap sudut kehidupan, kita akan menyaksikan begitu
banyak orang yang bekerja. Para salesman yang hilir mudik mendatangi toko dan
rumah-rumah, para guru yang tekun berdiri di depan kelas, polisi yang mengatur
lalu lintas dalam selingan hujan dan panas terik, serta segudang profesi
lainnya.
Semuanya melakukan kegiatan (aktivitas), tetapi lihatlah bahwa
dalam setiap aktivitasnya itu ada sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha
(ikhtiar) yang sangat sungguh-sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya tersebut
mempunyai arti.
Walaupun ddemikian, tidaklah semua aktivitas manusia dapat
dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan karena di dalam makna pekerjaan
terkandung dua aspek yang harus dipenuhi secara nalar yaitu sebagai berikut :
1.
Aktivitasnya
dilakukan karena dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa
tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau produk yang
berkualitas. Bekerja bukan sekedar mencari uang, tetapi ingin
mengaktualisasikannya secara optimal dan memiliki nilai transendental yang
sangat luhur. Baginya, bekerja itu adalah ibadah, sebuah upaya untuk
menunjukkan performance hidupnya di hadapan Illahi, bekerja seoptimal mungkin
semata-mata karena merasa ada penggilan untuk memperoleh ridha Allah. Karena
itu, sangat mustahil seorang muslim yang mengaku dirinya sebagai wakil Allah
mengabaikan makna keterpanggilannya untuk bekerja dengan sempurna.
2.
Apa yang dia
lakukan tersebut dilakukan karena kesengajaan, sesuatu yang direncanakan.
Karenanya, terkandung didalamnya suatu gairah semangat untuk mengerah kan
seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar
memberikan kepuasan dan manfaat. Apa yang dilakukannya memiliki alsan-alasan
untuk mencapai arah dan tujuan yang luhur, yang secara dinamis memberikan makna
bagi diri dan lingkungannya sebagaimana misi dirinya yang harus menjadi rahmat
bagi alam semesta.
Disisi lain, makna “bekerja” bagi seornag muslim adalah suatu upaya
yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, pikiran, dan zikirnya
untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang
harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat
yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa
hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
Secara hakiki, bekerja bagi seorang muslim merupakan”ibadah”, bukti
pengabdian dan rasa syukurnya untuk mengolah dan memenuhi penggilan Illahi agar
mampu menjadi yang terbaik karena mereka sadar bahwa bumi diciptakan sebagai
ujian bagi mereka yang memiliki etos yang terbaik “Sesungguhnya, Kami telah
menciptakan apa-apa yang ada di bumi sebagai persiasan baginya, supaya Kami
menguji mereka siapakah yang terbaik amalnya”(Al-Kahfi : 7)
Ayat tersebut telah mengetuk hati setiap pribadi muslim untuk
mengaktualisasikan etos kerja dalam bentuk mengerjakan segala sesuatu dengan
kualitas yang tinggi. Mereka sadar bahwa Allah menguji dirinya untuk menjadi
manusia yang memiliki amal atau perbuatan yang terbaik, bahkan mereka pun sadar
bahwa persyaratan untuk dapat berjumpa dengan Allah hanyalah dengan berbuat
amal-amal yang prestatif, sebagaimana firmanNya ”…..Barang siapa
mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan amal
saleh dan janganlah dia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadah dengan sesuatu
apapun”(Al-Kahfi : 110)
Tampaklah dengan sangat transparan bahwa bekerja memberikan makna
“keberadaan dirinya dihadapan Illahi”. Dia bekerja secara optimal dan bebas
dari segala belenggu atau tirani dengan cara tidak mau terikat atau bertuhankan
sesuatu apapun. Dalam pengetian ini, seorang muslim menjadi seorang yang kreatif.
Mereka mau melakukan eksplorasi, sepertinya ada semacam “kegilaan” untuk
menjadikan dirinya sebagai manusia yang terbaik. Hal ini karena dia sadar bahwa
bumi dihamparkan bukan sekedar tempat dia menumpang hidup, melainkan justru
untuk diolahnya sedemikian rupa untuk menggapai kehidupan yang lebih baik.
Kepribadian muslim adalah kepribadian yang gagah berani dan kuat
bahkan setiap saat dia sisipkan doanya untuk memohon kekuatan yang mampu
menolong dirinya (sulthanan nasshiran) (Al-Israa: 80)
Kekuatan akan berjodoh dengan keberanian, sedangkan kelemahan hanya
akan bersanding dengan mereka yang berjiwa lemah dan pemalas.
Dengan kata lian, yang dimaksudkan dengan bekerja adalah upaya
untuk mengisi kualitas hidup islami, yaitu lingkungan kehidupan yang dilahirkan
dari semangat tauhid, yang dijabarkan dalam bentuk amal prestatif (amal saleh)
yang berbalut kaeberanian, ketangguhan, ketabahan, dan kesungguhan.
Mengingat amal saleh tersebut harus aktual, jelas, dan tampak, di
dalam semangat diri pribadi muslim tersebut terkandung motivasi, arah, rasa,
dan rasio yang seluruhnya itu dimanifestasikan dalam bentuk tindakan (action).
Dalam bentuk aksioma, kita dapat meringkasnya dalam bentuk sebuah
rumusan berikut ini :
KHI = TASMARA
|
Keterangan :
KHI : Kualitas Hidup
Islami
T : Tauhid
A : Amal
S : Saleh
M : Motivasi
A : Arah Tujuan (Hope,
Goal, Objectives)
R : Rasa dan Rasio
(Fikir, dan Zikir, Head and Heart)
A : Action ( Hand and
Hard Working)
Dari rumusan tersebut, tampak bahwa etos kerja muslim itu dapat
didefinisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat
mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan
kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh dan
oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Apabila setiap pribadi muslim, memahami, menghayati, dan kemudian
mau mengaktualisasikannya dalam kehidupannya, akan tampak pengaruh serta
dampaknya kepada lingkungan, yang kemudian mendorong dirinya untuk terjun ke dalam
samudra dunia dengan kehangatan iman yang mendahsyat.
Ciri-ciri etos kerja muslim, ada 25 ciri diantaranya :
1.
Mereka
kecanduan terhadap waktu
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang
menghayati, memahami, dan merasakan beberapa berharganya waktu. Satu detik
berlalu tidak mungkin dia kembali. Waktu merupakan deposito paling berharga
yang dianugerahkan Allah SWT secara gratis dan merata kepada setiap orang. Baik
orang miskin maupun orang kaya, semua manusia diberi waktu dalam waktu yang
sama yaitu 24 jam atau 1.440 menit atau 86.400 detik. Tergantung kepada
masing-masing manusia bagaimana dan memanfaatkan waktu yang ada.
Bagi yang mempunyai etos kerja islam ia selalu menganggap waktu
adalah aset Illahi yang sangat berharga, adalah ladang subur yang membutuhkan
ilmu dan amal untuk diolah serta dipetik hasilnya pada waktu yang lain. Waktu
adalah kekuatan. Mereka yang mengabaikan waktu berarti menjadi budak kelemahan.
Bila kita memanfaatkan seluruh waktu, kita sedang berada di atas jalan
keberuntungan. Hal ini sebagaimana firmanNya : “Wal-‘ashri, sesungguhnya
manusia pasti dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh
saling berwasiat dalam kebaikan dan dalam kesabaran.”(Al-‘Ashr : 1-3)
2.
Mereka memiliki
moralitas yang bersih (ikhlas)
Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seseorang yang berbudaya
kerja islami itu adalah nilai keikhlasan. Ikhlas yang terambil dalam bahasa
Arab mempunyai arti bersih, murni (tidak terkontaminasi), sebagai antonim dari
syirik (tercampur).
Karenanya, ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang
dan pelayanan tanpa ikatan. Cinta yang putih adalah bentuk dari keikhlasan yang
tidak ingin menjadi rusak karena tercampur hal lain selain terpenuhinya dahaga
cinta. Mereka takut bahwa sesuatu pekerjaan yang dilatar belakangi motivasi
atau pamrih selain melaksanakan amanah, walaupun atas nama “ikhlas dan cinta”,
akan merubah komoditas semata-mata. Keihlasan hany menjadi label atau simbol
dari pengesahan dirinya untuk berbuat munafik.
Dengan demikian, ikhlas merupakan energi batin yang akan
membentengi diri dari segala bentuk yang kotor (rizsun). Itulah sebabnya Allah
berfirman : “Warrujza fahju dan tinggallkanlah segala bentuk yang kotor
(Al-Muddatstsir : 5)
3.
Mereka
kecanduan terhadap kejujuran terutama jujur terhadap diri sendiri
Pribadi muslim adalah tipe manusia yang terkena kecanduan (addict)
kejujuran; dalam keadaan apapun, dia merasa bergantung pada kejujuran. Diapun
bergantung pada amal saleh; dirinya seperti terkena sugesti yang kuat untuk
selalu berbuat amal saleh. Sekali dia berbuat jujur atau berbuat amal saleh
prestatif, dirinya bagaikan ketagihan untuk mengulangi dan mengulanginya lagi.
Dia terpenjara dalam cintanya kepada Allah. Tidak ada kebebasan yang dia
nikmati kecuali dalam pelayanannya kepada Allah.
4.
Mereka memiliki
komitmen (Aqidah, Aqad, I’tiqad)
Yang dimaksud dengan komitmen (dari bahasa latin : committere, to
connect, entrust-the state of being obligated or emotionally impelled) adalah
keyakinan yang mengingat (aqad) sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh
hati nuraninya dan kemudian menggerakan perilaku menuju arah tertentu yang
diyakininya (I’tiqad).
Goldman mengidentifikasi ciri-ciri orang yang berkomitmen antara
lain sebagai berikut :
·
Siap berkorban
demi pemenuhan sasaran perusahaan yang lebih penting
·
Merasakan
dorongan semangat dalam misi yang lebih besar
·
Menggunakan
nilai-nilai kelompok dalam mengambil keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan.
Dalam komitmen tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan
bentuk vitalitas yang penuh gairah. Mereka yang memliki komitmen tidak mengenal
kata menyerah. Mereka hanya akan berhenti manapaki cita-citanya, jalan yang
lurus, bila langit sudah runtuh. Komitmen adalah soal tindakan keberanian.
Komitmen bukan komat, kamit, kemot, dan kumat. Komitmen adalah soal kesungguhan
dan kesinambungan, bukan ATA (anget-anget tahi ayam).
5.
Istiqamah, kuat
pendirian
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap
konsisten (dari bahasa latin consistere, harmony of conduct or practice with
profession; ability to be asserted together without contradiction), yaitu
kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah, dan mampu
mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko
yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola
emosinya secara efektif. Tetap teguh pada komitmen, positif, dan tidak rapuh
kendati berhadapan dengan situasi yang menekan. Sikap konsisten telah
melahirkan kepercayaan diri yang kuat dan memiliki integritas serta mampu
mengelola stres dengan penuh gairah.
Seorang yang istiqamah tidak mudah berbelok arah betapapun godaan
untuk mengubah tujuan begitu memikatnya. Dia tetap pada niat semula. Istiqamah
berarti berhadapan dengan segala rintangan masih tetap qiyam (berdiri).
Konsisten berarti tetap menapaki jalan yang lurus walaupun sejuta halangan
menghadang. Ini bukan idealisme, tetapi sebuah karakter yang melekat pada jiwa
setiap pribadi muslim yang memiliki semangat tauhid laa ilaaha illahhah.
Sebagaimana Bilal yang tetap mengucapkan “ahad…ahad…ahad !!! walaupun dicambuk
dan kulitnya melepuh karena dibakar di atas pasir panas dan ditindih batu yang
besar di atas perutnya.
6.
Mereka
kecanduan disiplin
Erat kaitannya dengan konsisten adalah sikap berdisiplin (latin;
disciple, discipulus, murid, mengikuti dengan taat) yaitu kemampuan untuk
mengendalikan diri denagn tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang
sangat menekan
7.
Konsekuen dan
berani menghadapi tantangan
Ciri lain dari pribadi muslim yang memiliki budaya kerja adalah
keberaniannya menerima konsekuensi dari keputusannya. Bagi mereka, hidup adalah
pilihan (life is a choice) dan setiap pilihan merupakan tanggung jawab
pribadinya. Mereka tidak mungkin menyalahkan pihak manapun karena pada akhirnya
semua pilihan ditetapkan oleh dirinya sendiri. Rasa tanggungjawab nya mendorong
perilakunya yang bergerak dinamis, seakan-akan didalam dadanya ada “nyala api”,
sebuah motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan dan menjaga apa yang telah
menjadi keputusan atau pilihannya. Orang yang konsekuen mempunyai kemampuan
untuk melakukan pengendalian dan mengelola emosinya menjadi daya penggerak
positif untuk tetap semangat menapaki keyakinannya.
8.
Mereka memiliki
sikap percaya diri
Pribadi muslim yang percaya diri tampil bagaikan lampu yang
benderang, memancarkan raut wajah yang cerah dan berkharisma. Orang yang berada
disekitarnya merasa tercerahkan, optimis, tentram, dan muthma’innah. Penelitian
Boyatzis membuktikan bahwa para penyelia, manajer, dan eksekutif yang percaya
diri lebih berprestasi dari orang yang biasa-biasa saja.
Percaya diri melahirkan kekuatan, keberanian, dan tegas dalam
bersikap. Berani mengambil keputusan yang sulit walaupun harus membawa
konsekuensi berupa tantangan atau penolakan.
9.
Mereka orang
yang kreatif
Pribadi muslim yang kreatif selalu ingin mencoba metode atau
gagasan baru dan asli sehingga diharapkannya hasil kinerja dapat dilaksanakan
secara efisien, tetapi efektif. Setiap hari adalah sebuah kegairahan untuk
menjadikan dirinya memetik manfaat.
10.
Mereka tipe
orang yang bertanggung jawab
Tanggung jawab adalah menanggung dan memberi jawaban, demikian
pengertian takwa yang kita tafsirkan sebagai tindakan bertanggungjawab dapat
didefinisikan sebagai sikap dan tindakan seseorang di dalam menrima sesuatu
sebagai amanah; dengan penuh rasa cinta, ia ingin menunaikannya dalam bentuk
pilihan-pilihan yang melahirkan amal prestatif.
11.
Mereka bahagia
karena melayani
Melayani dengan cinta, bukan karena tugas atau pengaruh dari luar,
melainkan benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam bahwa aku bahagia
karena melayani.
Melayani atau menolong seseorang merupakan bentuk kesadaran dan
kepeduliannya terhadap nilai kemanusiaan. Memberi pelayanan dan pertolongan
merupakan investasi yang kelak akan dipetik keuntungannya tidak hanya di
akhirat, tetapi di dunia pun mereka sudah merasakannya.
12.
Mereka memiliki
harga diri
13.
Memiliki jiwa
kepemimpinan
14.
Mereka
berorientasi ke masa depan
Seorang pribadi muslim yang memiliki etos kerja tidak akan berkata,
“ah, sebagaimana nanti”, dia harus
menanam sesuatu yang sudah ia rencanakan, kapan dan apa hasil yang akan dia
peroleh dari upay menabur benih tersebut.
15.
Hidup berhemat
dan efisien
Orang yang berhemat adalah orang yang mempunyai pandangan jauh ke
depan. Dia berhemat bukanlah dikarenakan ingin menumpuk kekayaan sehingga
melahirkan sifat kikir individualistis, melaikan karenakan ada satu reserve
bahwa tidak selamanya waktu itu berjalan secara lurus, adda up dan down
sehingga berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Efisien berarti melakukan segala sesuatu secara benar, tepat dan
akurat. Efisien berarti pula mampu membandingkan anatar besaran output dan
input. Adapun efektivitas berkaitan dengan tujuan atau menetapkan hal yang
benar. Efisien berarti berkaitan dengan cara melaksanakan, sedangkan
efektivitas berkaitam dengan arah tujuan.
16.
Memiliki jiwa
wiraswasta
Dia memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi yaitu, kesadaran dan
kemampuan yang sangat mendalam (ulil albab) untuk melibatkan segala fenomena
yang ada disekitarnya, merenung dan kemudian bergelora semangatnya untuk
mewujudkan setiap perenungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan realitas.
17.
Memiliki
insting bertanding
Semangat bertanding merupakan sisi lain dari citra seorang muslim
yang memiliki semangat jihad. Panggilan untuk bertanding dalam segala lapangan
kebajikan dan meraih prestasi, dihayatinya dengan rasa penuh tanggungjawab
sebagai pembuktian ayat Al-Qur’an yang telah menggoreskan kalamnya yang sebagai
motivatif, sebagaimana firmanNya : “Setiap umat ada kiblatnya (sendiri),
maka hendaklah kamu sekalian berlomba-lomba (dalam kebaikan) dimana saja kamu
berada sudah dipastikan Allah akan mengumpulkan kamu semuanya….(Al-Baqarah :
148)”
18.
Keinginan untuk
mandiri
Keyakinan akan nilai tauhid penghayatannya terhadap ikrar iyyaka
na’budu, menyebabkan setiap pribadi muslim yang memiliki semangat jihad sebagai
etos kerjanya adalah jiwa yang merdeka.
Semangat jihad ini melahirkan sejuta kebahagiaan untuk memperoleh
hasil dan usaha atas karsa dan dan karya yang dibuahkan dari diri sendiri. Dia
merasa risih apabila memperoleh sesuatu secara gratis. Merasa tidak bernilai
apabila menikmati sesuatu tanpa bertegang otot dan bermandikan keringat.
Kemandirian bagi dirinya adalah lambang perjuangan sebuah semangat jihad yang sangat
mahal harganya.
19.
Mereka
kecanduan belajar dan haus mencari ilmu
Seseorang yang mempunyai wawasan keilmuan tidak pernah cepat
menerima sesuatu sebagi taken for granted karen asifat pribadinya yang kritis dan tidak
pernah mau menjadi kerbau yang jinak, yang hanya mau manut kemana hidungnya
ditarik.
Dia sadar bahwa dirinya tidak boleh ikut-ikutan tanpa pengetahuan
karena seluruh potensi dirinya suatu saat akan diminta pertanggungjwaban dari
Allah SWT (Al-Isra : 36).
Begitu tergila-gilanya setiap pribadi muslim, sehingga tidak satu
haripun ia isi hatinya tanpa nilai keilmuan. Dan harap diingat bahwa gambaran
seorang muslim terhadap ilmu bukanlah sebuah gambaran tentang laboratorium,
meja, dan ruang kuliah belaka, sebab bagi dirinya di setiap sudut kehidupan ini
selalu saja dia menemukan dasar dan bahan keilmuan yang hakiki.
20.
Memiliki
semangat perantauan
Salah satu ciri pribadi muslim yang memliki etos kerja adalah suatu
dorongan untuk melakukan perantauan. Mereka ingin menjelajahi hamparan bumi,
memetik hikmah, mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa budaya manusia.
Jiwa perantauannya mengantarkan dirinya untuk mampu mandiri, menyesuaikan diri,
dan pandai menyimak dan menimbang budaya orang lain. Hal ini menyebabkan
dirinya berwawasan universal, tidak terperangkat dalam fanatisme sempit,
apalagi kauvinisme yang merasa bahwa hanya bangsa dan negaranya sajalah yang
paling unggul.
21.
Memperhatikan
kesehatan dan gizi
Dia sangat memperhatikan sabda Rosululloh SAW, “Sesungguhnya
jasadmu mempunyai hak atas dirimu”,yang tentu saja konsekuensinya harus
dipelihara dan diperhatikan sesuai dengan ukuran-ukuran normatif kesehatan.
Mana mungkin kita akan mempunyai kekuatan apabila tubuh kita tidak
dipelihara dengan baik. Padahal semuanya bisa menjadi bisa menjadi indah dan
berbagai ilham akan terlahirkan apabila ditunjang dengan kekuatan jasmani
prima. Etos kerja pribadi muslim adalah etos yang sangat erat kaitannya dengan
cara dirinya memelihara kebugaran dan kesegaran jasmaninya.
22.
Tangguh dan
pantang menyerah
Keuletan merupakan modal yang sangat besar di dalam mengahapi
segala tanatngan atau tekanan (pressur), sebab sejarah telah banyak membuktikan
batapa banyak bangsa yang mempunyai sejarah pahit, namun akhirnya dapat keluar
dengan berbagai inovasi, kohesivitas kelompok, dan mampu memberikan prestasi
yang tinggi bagi lingkungan.
23.
Berorientasi
pada produktivitas
Seorang muslim itu seharusnya menghayati makna yang difirmankan
alloh, yang dengan sangat tegas melarang sikap mubazir karena sesungguhnya
kemubaziran itu adalah benar-benar temannya setan.
Dengan penghayatan ini , tumbuhlah sikap konsekuen dalam bentuk
perilaku yang selalu mengarah pada cara kerja yang efisien (hemat energi).
Sikap seperti ini merupakan modal dasar dalam upaya untuk
menjadikan dirinya sebagai manusia yang selalu berorientasi kepada nilai-nilai
produktif.
Dengan demikian, dia selalu berhitung efisien, artinya selalu
membuat perbandingan antara jumlah keluaran (perfomance) dibandingkan dengan
energi (waktu tenaga) dan dia keluarkan (produktivitas;keluaran yang dihasilkan
berbanding dengan masukan dalam bentuk waktu dan energi).
Demikianlah, karena setiap pribadi muslim sangat menghayati arti
waktu sebagai aset , dia tidak mungkin membiarkan waktu berlalu tanpa arti.
24.
Memperkaya
jaringan silaturrahmi
Rosulullah SAW bersabda “Barang siapa yang ingin panjang umurnya
dan banyak rezeki, sambunglah silaturrahmi” Apa kuncinya seseorang yang
bersilaturrahmi dapat panjang umur dan banyak rezeki ?
Bersilaturrahmi berarti membuka peluang dan sekaligus mengikat
simpul-simpul informasi dan menggerakkan kehidupan. Manusia yang tidak atau
enggan bersilaturrahmi untuk membuka cakrawala pergaulan sosialnya atau menutup
diri, dan asyik dengan dirinya sendiri, pada dasarnya dia sedang mengubur masa
depannya. Dia telah mati sebelum mati.
25.
Mereka memiliki
semangat perubahan
Pribadi yang memiliki etos kerja sangat sadar bahwa tidak akan ada
satu makhlukpun di muka bumi ini yang mampu mengubah dirinya kecuali dirinya
sendiri. Betapapun hebatnya seseorang untuk memberikan motivasi, hal itu
hanyalah sebuah kesia-siaan belaka, bila pada diri orang tersebut tidak ada
keinginan untuk dimotivasi, tidak ada elan api yang menyala-nyala untuk
mengubah diri. Benarlah apa yang difirmankan Allah SWT …..”Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah keadaan
diri mereka sendiri…(Ar-Rad : 11). Ayat ini mengajak kita untuk memainkan
peran, mengubah nasib, dan menempatkan diri dalam posisi diri yang mulia
ataukan yang hina.
Ubahlah Fikiran Anda
Bila Anda mengubah fikiran Anda
Anda mengubah keyakinan diri Anda
Bila Anda mengubah keyakinan diri Anda
Anda mengubah harapan-harapan Anda
Bila mengubah harapan-harapan Anda
Anda mengubah sikap Anda
Bila Anda mengubah sikap Anda
Anda akan mengubah tingkah laku Anda
Bila Anda mengubah tingkah laku Anda
Anda mengubah kinerja Anda
Bila Anda mengubah kinerja Anda
Anda telah mengubah nasib Anda
Bila anda mengubah nasib Anda
Anda telah mengubah hidup Anda
|
DAFTAR ISI
|
K.H Toto Tasmara, “Membudayakan Etos Kerja Islami”. Jakarta : Gema
Insani 2002
thank buat infony Gan
BalasHapussangat bermanfaat sekali