Sabtu, 05 Januari 2013

ARTIKEL TANTANG ETOS KERJA ISLAMI







ARTIKEL STUDY ISLAM
TENTANG
ETOS KERJA DALAM ISLAM

Disusun Oleh :
Yossi Pratiwi
NIM : 40211117

Program Study : PGSD 3 semester 2
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
STKIP ISLAM BUMIAYU
TAHUN 2012
 










Apa yang dimaksud dengan etos???
Etos berasal dari bahasa Yunani ( Ethos ) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengetian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan (fasad) sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama seklai cacat dari pekerjaannya (no single defect). Sikap seperti ini dikenal dengan ihsan, sebagaimana Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuknya yang paling sempurna (fi ahsani taqwim). Senada dengan kata ihsan, didalam Al-Qur’an kita temukan pula kata itqan yang berarti proses pekerjaan yang sangat bersungguh-sungguh, akurat, dan sempurna (An-Naml : 88). Akibatnya, seseorang muslim yang memiliki kepribadian Qur’ani pastilah akan menunjukkan etos kerja yang bersikap dan berbuat serta menghasilkan segala sesuatu secara sangat bersungguh-sungguh dan tidak pernah mengerjakan sesuatu setengah hati (mediocre). Dengan etos kerja yang bersumber dari keyakinan Qur’ani, ada semacam keterpanggilan yang sangat kuat dari lubuk hatinya, “ Aku ini seorang muslim, aku ini wakil Allah dimuka bumi; apakah pantas bekerja setengah-setengah? Apakah pantas seorang khalifah menunjukkan hasil kerja yang tidak berkualitas? Bila Allah telah berbuat ihsan, mengapa aku tidak mengikutinya untuk berbuat ihsan juga? Sebagaimana firmanNya “…..Dan berbuat baiklah (ihsan) sebagaimana Allah telah berbuat baik (ihsan) kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash:77)
Karena etos berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, hendaknya setiap pribadi muslim harus mengisinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang positif dan ada semacam kerinduan untuk menunjukkan kepribadiaannya sebagai seorang muslim dalam bentuk hasil kerja serta sikap dan prilaku yang menuju atau mengarah kepada hasil yang lenih sempurna. Akibatnya, cara dirinya mengekspresi sesuatu selalu berdasarkan semangat untuk menuju kepada perbaikan (improvement) dan terus berupaya dengan maat bersungguh-sungguh megnhindari yang negatif (fasad).
Etos yang juga mempunyai nilai moral adalah suatu pandangan batin yang bersifat mendarah daging. Dia merasakan bahwa hanya dengan menghasilkan pekerjaan yang terbaik, bahkan sempurna, nilai-nilai islam yang diyakininya dapat diwujudkan. Karenanya, etos bukan sekedar kepribadian atau sikap, melainkan lebih mendalam lagi, dia adalah martabat, harga diri, dan jati diri seseorang.
Etos menunjukkan pula sikap dan harapan seseorang (raja’). Imam Al-Qusairi mengartikan harapan sebagai keterpaduan hati kepada yang diinginkannya terjadi di masa yang akan datang. Perbedaan antara harapan dengan angan-angan (tamanni) adalah bahwasanya angan-angan membuat seseorang menjadi pemalas dan terbuai oleh khayalannya tanpa mau mewujudkannya.
Didalam harapan tersimpan kekuatan dahsyat di dalam hatinya yang terus bercahaya, berbinar-binar, sehingga menyedot seluruh perhatiannya. Mereka terobsesi, terpikat dan terus berjalan untuk memenuhi harapannya tersebut. Mereka ingin mewujudkan harapan atau cita-citanya itu memiliki sikap ketabahan yang sangat kuat. Mereka tidak gampang menyerah atau berganti haluan dari arah yang telah diyakininya karena mereka menyakini firman Allah, “ Dan, janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…...”( An-Nahl: 92).
Kita menyaksikan begitu banyak orang yang berhasil dan mampu mengubah wajah dunia, mereka adalah yang seluruh hidupnya diabdikan untuk mewujudkan pengetahuan dan harapannya tersebut melalui semangat kerja yang tak kenal kata mundur atau menyerah. Hidupnya menjadi bermakna karena ada harapan. Pantaslah Allah SWT menyeru kita untuk tetap memiliki harapan dan menggolongkan mereka yang berputus asa ke dalam golongan orang-orang yang sesat, sebagaimana firmanNya, “ Tidak ada orang yang yang berputus asadari rahmat Tuhannya kecuali orang yang sesat.”(Al-Hijr:56). Adapun orang yang berputus asa termasuk dalam kelompok kufur, sebagaimana Allah berfirman, “ Sesungguhnya tiada putus asa dari rahmat Alloh, melainkan kaum kafir.”(Yusuf:87 dan Al-Hijr:55)
Untuk meraih harapannya, segala kekuatan dan potensi yang ada pada dirinya. Dia nyalakan semangat yang megilhami seluruh gerak kehidupannya. Seakan-akan ada nyala api yang terus memantulkan cahaya memenuhi pikiran, hati dan tindakannya. Semangat ini mendorong perilaku yang tak kenal kata menyerah. Mereka yang pernah mengukir sejarah dunia adalah mereka yang tidak mengenal kata “mundur”. Bila kamus kehidupannya dibuka niscaya kamus mereka tidak lengkap karena ada satu kata yang hilang, yaitu kata “mundur”. Mereka sadar, harapan tidak mungkin tercapai bagi mereka yang memiliki jiwa yang mundur. Kenanglah semangat Rosululloh ketika beliau ditawari harta, tahta, dan jabatan agar berhenti menegakkan kebenaran. Beliau menolak segala tawaran tersebut dan tetap teguh pada pendiriannya seraya berkata, “Walau matahari di tangan kananku, rembulan ditangan kiri ku, tidak pernah ada kata mundur atau berhenti dari misi suci ini……”
Begitulah obsesi dirinya untuk mewujudkan harapan (hope) sehingga ia mengasah mata pikirannya(head), melatih ketabahan dan ketajaman intuisinya (heart) dan membuktikannya dengan keterampilan (hand).
Mereka sadar bahwa untuk mewujudkan harapannya itu haruslah memiliki kualitas sehingga mampu bersaing. Hidup adalah sebuah persaingan(fastabiqul khairat). Itulah sebabnya, untuk menjadikan diri yang berkualitas, dia tak kenal berhenti untuk terus belajar, belajar, dan belajar. Merekapun sadar bahwa tiga potensi dirinya, yaitu head, heart, dan hand, hanyalah sebuah khayalan bila tidak ditambah dengan satu sikap yang mutlak diperlukan, yaitu hard working.
Harapan hanya bisa diraih bila memenuhi kualitas kepribadian yang secara metaforis dapat digambarkan dalam rumus sebagai berikut :


Kualitas bukan sekedar hasil, melainkan sebuah proses dari keterpanggilan hati. Kualitas adalah gambaran yang menjadi obsesi bagi setiap pribadi muslim yang memiliki etos kerja. Kualitas adalah proses yang secara konsekuensi menapaki jalan yang lurus. Dalam dunia usaha, jalan yang lurus tidak lain adalah seluruh komitmen dirinya dengan perusahaan. Setiap karyawan yang memiliki etos kerja tidak akan mengabaikan begitu saja seluruh prosedur yang ada karena setiap kalimat dari prosedur merupakan hasil dari buah pemikiran dan kesepakatan. Mereka yakin bila prosedurnya berkualitas niscaya akan berakhir dengan hasil yang berkualitas pula. Salah satu kata kunci dari kualitas tersebut terletak pada setiap individu dari perusahaan tersebutpun harus memiliki kualitas.
Apa yang dimaksud dengan kerja???
Hampir disetiap sudut kehidupan, kita akan menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja. Para salesman yang hilir mudik mendatangi toko dan rumah-rumah, para guru yang tekun berdiri di depan kelas, polisi yang mengatur lalu lintas dalam selingan hujan dan panas terik, serta segudang profesi lainnya.
Semuanya melakukan kegiatan (aktivitas), tetapi lihatlah bahwa dalam setiap aktivitasnya itu ada sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha (ikhtiar) yang sangat sungguh-sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya tersebut mempunyai arti.
Walaupun ddemikian, tidaklah semua aktivitas manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan karena di dalam makna pekerjaan terkandung dua aspek yang harus dipenuhi secara nalar yaitu sebagai berikut :
1.      Aktivitasnya dilakukan karena dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas. Bekerja bukan sekedar mencari uang, tetapi ingin mengaktualisasikannya secara optimal dan memiliki nilai transendental yang sangat luhur. Baginya, bekerja itu adalah ibadah, sebuah upaya untuk menunjukkan performance hidupnya di hadapan Illahi, bekerja seoptimal mungkin semata-mata karena merasa ada penggilan untuk memperoleh ridha Allah. Karena itu, sangat mustahil seorang muslim yang mengaku dirinya sebagai wakil Allah mengabaikan makna keterpanggilannya untuk bekerja dengan sempurna.
2.      Apa yang dia lakukan tersebut dilakukan karena kesengajaan, sesuatu yang direncanakan. Karenanya, terkandung didalamnya suatu gairah semangat untuk mengerah kan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar memberikan kepuasan dan manfaat. Apa yang dilakukannya memiliki alsan-alasan untuk mencapai arah dan tujuan yang luhur, yang secara dinamis memberikan makna bagi diri dan lingkungannya sebagaimana misi dirinya yang harus menjadi rahmat bagi alam semesta.

Disisi lain, makna “bekerja” bagi seornag muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, pikiran, dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
Secara hakiki, bekerja bagi seorang muslim merupakan”ibadah”, bukti pengabdian dan rasa syukurnya untuk mengolah dan memenuhi penggilan Illahi agar mampu menjadi yang terbaik karena mereka sadar bahwa bumi diciptakan sebagai ujian bagi mereka yang memiliki etos yang terbaik “Sesungguhnya, Kami telah menciptakan apa-apa yang ada di bumi sebagai persiasan baginya, supaya Kami menguji mereka siapakah yang terbaik amalnya”(Al-Kahfi : 7)
Ayat tersebut telah mengetuk hati setiap pribadi muslim untuk mengaktualisasikan etos kerja dalam bentuk mengerjakan segala sesuatu dengan kualitas yang tinggi. Mereka sadar bahwa Allah menguji dirinya untuk menjadi manusia yang memiliki amal atau perbuatan yang terbaik, bahkan mereka pun sadar bahwa persyaratan untuk dapat berjumpa dengan Allah hanyalah dengan berbuat amal-amal yang prestatif, sebagaimana firmanNya ”…..Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dan janganlah dia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadah dengan sesuatu apapun”(Al-Kahfi : 110)
Tampaklah dengan sangat transparan bahwa bekerja memberikan makna “keberadaan dirinya dihadapan Illahi”. Dia bekerja secara optimal dan bebas dari segala belenggu atau tirani dengan cara tidak mau terikat atau bertuhankan sesuatu apapun. Dalam pengetian ini, seorang muslim menjadi seorang yang kreatif. Mereka mau melakukan eksplorasi, sepertinya ada semacam “kegilaan” untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang terbaik. Hal ini karena dia sadar bahwa bumi dihamparkan bukan sekedar tempat dia menumpang hidup, melainkan justru untuk diolahnya sedemikian rupa untuk menggapai kehidupan yang lebih baik.
Kepribadian muslim adalah kepribadian yang gagah berani dan kuat bahkan setiap saat dia sisipkan doanya untuk memohon kekuatan yang mampu menolong dirinya (sulthanan nasshiran) (Al-Israa: 80)
Kekuatan akan berjodoh dengan keberanian, sedangkan kelemahan hanya akan bersanding dengan mereka yang berjiwa lemah dan pemalas.
Dengan kata lian, yang dimaksudkan dengan bekerja adalah upaya untuk mengisi kualitas hidup islami, yaitu lingkungan kehidupan yang dilahirkan dari semangat tauhid, yang dijabarkan dalam bentuk amal prestatif (amal saleh) yang berbalut kaeberanian, ketangguhan, ketabahan, dan kesungguhan.
Mengingat amal saleh tersebut harus aktual, jelas, dan tampak, di dalam semangat diri pribadi muslim tersebut terkandung motivasi, arah, rasa, dan rasio yang seluruhnya itu dimanifestasikan dalam bentuk tindakan (action).
Dalam bentuk aksioma, kita dapat meringkasnya dalam bentuk sebuah rumusan berikut ini :

KHI  =  TASMARA

 

Keterangan :
KHI     : Kualitas Hidup Islami
T          : Tauhid
A         : Amal
S          : Saleh
M         : Motivasi
A         : Arah Tujuan (Hope, Goal, Objectives)
R         : Rasa dan Rasio (Fikir, dan Zikir, Head and Heart)
A         : Action ( Hand and Hard Working)
Dari rumusan tersebut, tampak bahwa etos kerja muslim itu dapat didefinisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Apabila setiap pribadi muslim, memahami, menghayati, dan kemudian mau mengaktualisasikannya dalam kehidupannya, akan tampak pengaruh serta dampaknya kepada lingkungan, yang kemudian mendorong dirinya untuk terjun ke dalam samudra dunia dengan kehangatan iman yang mendahsyat.
Ciri-ciri etos kerja muslim, ada 25 ciri diantaranya :
1.      Mereka kecanduan terhadap waktu
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan beberapa berharganya waktu. Satu detik berlalu tidak mungkin dia kembali. Waktu merupakan deposito paling berharga yang dianugerahkan Allah SWT secara gratis dan merata kepada setiap orang. Baik orang miskin maupun orang kaya, semua manusia diberi waktu dalam waktu yang sama yaitu 24 jam atau 1.440 menit atau 86.400 detik. Tergantung kepada masing-masing manusia bagaimana dan memanfaatkan waktu yang ada.
Bagi yang mempunyai etos kerja islam ia selalu menganggap waktu adalah aset Illahi yang sangat berharga, adalah ladang subur yang membutuhkan ilmu dan amal untuk diolah serta dipetik hasilnya pada waktu yang lain. Waktu adalah kekuatan. Mereka yang mengabaikan waktu berarti menjadi budak kelemahan. Bila kita memanfaatkan seluruh waktu, kita sedang berada di atas jalan keberuntungan. Hal ini sebagaimana firmanNya : “Wal-‘ashri, sesungguhnya manusia pasti dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh saling berwasiat dalam kebaikan dan dalam kesabaran.”(Al-‘Ashr : 1-3)
2.      Mereka memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)
Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seseorang yang berbudaya kerja islami itu adalah nilai keikhlasan. Ikhlas yang terambil dalam bahasa Arab mempunyai arti bersih, murni (tidak terkontaminasi), sebagai antonim dari syirik (tercampur).
Karenanya, ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Cinta yang putih adalah bentuk dari keikhlasan yang tidak ingin menjadi rusak karena tercampur hal lain selain terpenuhinya dahaga cinta. Mereka takut bahwa sesuatu pekerjaan yang dilatar belakangi motivasi atau pamrih selain melaksanakan amanah, walaupun atas nama “ikhlas dan cinta”, akan merubah komoditas semata-mata. Keihlasan hany menjadi label atau simbol dari pengesahan dirinya untuk berbuat munafik.
Dengan demikian, ikhlas merupakan energi batin yang akan membentengi diri dari segala bentuk yang kotor (rizsun). Itulah sebabnya Allah berfirman : “Warrujza fahju dan tinggallkanlah segala bentuk yang kotor (Al-Muddatstsir : 5)
3.      Mereka kecanduan terhadap kejujuran terutama jujur terhadap diri sendiri
Pribadi muslim adalah tipe manusia yang terkena kecanduan (addict) kejujuran; dalam keadaan apapun, dia merasa bergantung pada kejujuran. Diapun bergantung pada amal saleh; dirinya seperti terkena sugesti yang kuat untuk selalu berbuat amal saleh. Sekali dia berbuat jujur atau berbuat amal saleh prestatif, dirinya bagaikan ketagihan untuk mengulangi dan mengulanginya lagi. Dia terpenjara dalam cintanya kepada Allah. Tidak ada kebebasan yang dia nikmati kecuali dalam pelayanannya kepada Allah.
4.      Mereka memiliki komitmen (Aqidah, Aqad, I’tiqad)
Yang dimaksud dengan komitmen (dari bahasa latin : committere, to connect, entrust-the state of being obligated or emotionally impelled) adalah keyakinan yang mengingat (aqad) sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya (I’tiqad).
Goldman mengidentifikasi ciri-ciri orang yang berkomitmen antara lain sebagai berikut :
·           Siap berkorban demi pemenuhan sasaran perusahaan yang lebih penting
·           Merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar
·           Menggunakan nilai-nilai kelompok dalam mengambil keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan.
Dalam komitmen tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan bentuk vitalitas yang penuh gairah. Mereka yang memliki komitmen tidak mengenal kata menyerah. Mereka hanya akan berhenti manapaki cita-citanya, jalan yang lurus, bila langit sudah runtuh. Komitmen adalah soal tindakan keberanian. Komitmen bukan komat, kamit, kemot, dan kumat. Komitmen adalah soal kesungguhan dan kesinambungan, bukan ATA (anget-anget tahi ayam). 
5.      Istiqamah, kuat pendirian
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten (dari bahasa latin consistere, harmony of conduct or practice with profession; ability to be asserted together without contradiction), yaitu kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif. Tetap teguh pada komitmen, positif, dan tidak rapuh kendati berhadapan dengan situasi yang menekan. Sikap konsisten telah melahirkan kepercayaan diri yang kuat dan memiliki integritas serta mampu mengelola stres dengan penuh gairah.
Seorang yang istiqamah tidak mudah berbelok arah betapapun godaan untuk mengubah tujuan begitu memikatnya. Dia tetap pada niat semula. Istiqamah berarti berhadapan dengan segala rintangan masih tetap qiyam (berdiri). Konsisten berarti tetap menapaki jalan yang lurus walaupun sejuta halangan menghadang. Ini bukan idealisme, tetapi sebuah karakter yang melekat pada jiwa setiap pribadi muslim yang memiliki semangat tauhid laa ilaaha illahhah. Sebagaimana Bilal yang tetap mengucapkan “ahad…ahad…ahad !!! walaupun dicambuk dan kulitnya melepuh karena dibakar di atas pasir panas dan ditindih batu yang besar di atas perutnya.
6.      Mereka kecanduan disiplin
Erat kaitannya dengan konsisten adalah sikap berdisiplin (latin; disciple, discipulus, murid, mengikuti dengan taat) yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri denagn tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan 
7.      Konsekuen dan berani menghadapi tantangan
Ciri lain dari pribadi muslim yang memiliki budaya kerja adalah keberaniannya menerima konsekuensi dari keputusannya. Bagi mereka, hidup adalah pilihan (life is a choice) dan setiap pilihan merupakan tanggung jawab pribadinya. Mereka tidak mungkin menyalahkan pihak manapun karena pada akhirnya semua pilihan ditetapkan oleh dirinya sendiri. Rasa tanggungjawab nya mendorong perilakunya yang bergerak dinamis, seakan-akan didalam dadanya ada “nyala api”, sebuah motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan dan menjaga apa yang telah menjadi keputusan atau pilihannya. Orang yang konsekuen mempunyai kemampuan untuk melakukan pengendalian dan mengelola emosinya menjadi daya penggerak positif untuk tetap semangat menapaki keyakinannya.
8.      Mereka memiliki sikap percaya diri
Pribadi muslim yang percaya diri tampil bagaikan lampu yang benderang, memancarkan raut wajah yang cerah dan berkharisma. Orang yang berada disekitarnya merasa tercerahkan, optimis, tentram, dan muthma’innah. Penelitian Boyatzis membuktikan bahwa para penyelia, manajer, dan eksekutif yang percaya diri lebih berprestasi dari orang yang biasa-biasa saja.
Percaya diri melahirkan kekuatan, keberanian, dan tegas dalam bersikap. Berani mengambil keputusan yang sulit walaupun harus membawa konsekuensi berupa tantangan atau penolakan.
9.      Mereka orang yang kreatif
Pribadi muslim yang kreatif selalu ingin mencoba metode atau gagasan baru dan asli sehingga diharapkannya hasil kinerja dapat dilaksanakan secara efisien, tetapi efektif. Setiap hari adalah sebuah kegairahan untuk menjadikan dirinya memetik manfaat.
10.  Mereka tipe orang yang bertanggung jawab
Tanggung jawab adalah menanggung dan memberi jawaban, demikian pengertian takwa yang kita tafsirkan sebagai tindakan bertanggungjawab dapat didefinisikan sebagai sikap dan tindakan seseorang di dalam menrima sesuatu sebagai amanah; dengan penuh rasa cinta, ia ingin menunaikannya dalam bentuk pilihan-pilihan yang melahirkan amal prestatif.
11.  Mereka bahagia karena melayani
Melayani dengan cinta, bukan karena tugas atau pengaruh dari luar, melainkan benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam bahwa aku bahagia karena melayani.
Melayani atau menolong seseorang merupakan bentuk kesadaran dan kepeduliannya terhadap nilai kemanusiaan. Memberi pelayanan dan pertolongan merupakan investasi yang kelak akan dipetik keuntungannya tidak hanya di akhirat, tetapi di dunia pun mereka sudah merasakannya.
12.  Mereka memiliki harga diri
13.  Memiliki jiwa kepemimpinan
14.  Mereka berorientasi ke masa depan
Seorang pribadi muslim yang memiliki etos kerja tidak akan berkata, “ah, sebagaimana nanti”,  dia harus menanam sesuatu yang sudah ia rencanakan, kapan dan apa hasil yang akan dia peroleh dari upay menabur benih tersebut. 
15.  Hidup berhemat dan efisien
Orang yang berhemat adalah orang yang mempunyai pandangan jauh ke depan. Dia berhemat bukanlah dikarenakan ingin menumpuk kekayaan sehingga melahirkan sifat kikir individualistis, melaikan karenakan ada satu reserve bahwa tidak selamanya waktu itu berjalan secara lurus, adda up dan down sehingga berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan terjadi  di masa yang akan datang.
Efisien berarti melakukan segala sesuatu secara benar, tepat dan akurat. Efisien berarti pula mampu membandingkan anatar besaran output dan input. Adapun efektivitas berkaitan dengan tujuan atau menetapkan hal yang benar. Efisien berarti berkaitan dengan cara melaksanakan, sedangkan efektivitas berkaitam dengan arah tujuan.
16.  Memiliki jiwa wiraswasta
Dia memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi yaitu, kesadaran dan kemampuan yang sangat mendalam (ulil albab) untuk melibatkan segala fenomena yang ada disekitarnya, merenung dan kemudian bergelora semangatnya untuk mewujudkan setiap perenungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan realitas.
17.  Memiliki insting bertanding
Semangat bertanding merupakan sisi lain dari citra seorang muslim yang memiliki semangat jihad. Panggilan untuk bertanding dalam segala lapangan kebajikan dan meraih prestasi, dihayatinya dengan rasa penuh tanggungjawab sebagai pembuktian ayat Al-Qur’an yang telah menggoreskan kalamnya yang sebagai motivatif, sebagaimana firmanNya : “Setiap umat ada kiblatnya (sendiri), maka hendaklah kamu sekalian berlomba-lomba (dalam kebaikan) dimana saja kamu berada sudah dipastikan Allah akan mengumpulkan kamu semuanya….(Al-Baqarah : 148)”
18.  Keinginan untuk mandiri
Keyakinan akan nilai tauhid penghayatannya terhadap ikrar iyyaka na’budu, menyebabkan setiap pribadi muslim yang memiliki semangat jihad sebagai etos kerjanya adalah jiwa yang merdeka.
Semangat jihad ini melahirkan sejuta kebahagiaan untuk memperoleh hasil dan usaha atas karsa dan dan karya yang dibuahkan dari diri sendiri. Dia merasa risih apabila memperoleh sesuatu secara gratis. Merasa tidak bernilai apabila menikmati sesuatu tanpa bertegang otot dan bermandikan keringat. Kemandirian bagi dirinya adalah lambang perjuangan sebuah semangat jihad yang sangat mahal harganya.
19.  Mereka kecanduan belajar dan haus mencari ilmu
Seseorang yang mempunyai wawasan keilmuan tidak pernah cepat menerima sesuatu sebagi taken for granted  karen asifat pribadinya yang kritis dan tidak pernah mau menjadi kerbau yang jinak, yang hanya mau manut kemana hidungnya ditarik.
Dia sadar bahwa dirinya tidak boleh ikut-ikutan tanpa pengetahuan karena seluruh potensi dirinya suatu saat akan diminta pertanggungjwaban dari Allah SWT (Al-Isra : 36).
Begitu tergila-gilanya setiap pribadi muslim, sehingga tidak satu haripun ia isi hatinya tanpa nilai keilmuan. Dan harap diingat bahwa gambaran seorang muslim terhadap ilmu bukanlah sebuah gambaran tentang laboratorium, meja, dan ruang kuliah belaka, sebab bagi dirinya di setiap sudut kehidupan ini selalu saja dia menemukan dasar dan bahan keilmuan yang hakiki. 
20.  Memiliki semangat perantauan
Salah satu ciri pribadi muslim yang memliki etos kerja adalah suatu dorongan untuk melakukan perantauan. Mereka ingin menjelajahi hamparan bumi, memetik hikmah, mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa budaya manusia. Jiwa perantauannya mengantarkan dirinya untuk mampu mandiri, menyesuaikan diri, dan pandai menyimak dan menimbang budaya orang lain. Hal ini menyebabkan dirinya berwawasan universal, tidak terperangkat dalam fanatisme sempit, apalagi kauvinisme yang merasa bahwa hanya bangsa dan negaranya sajalah yang paling unggul.
21.  Memperhatikan kesehatan dan gizi
Dia sangat memperhatikan sabda Rosululloh SAW, “Sesungguhnya jasadmu mempunyai hak atas dirimu”,yang tentu saja konsekuensinya harus dipelihara dan diperhatikan sesuai dengan ukuran-ukuran normatif kesehatan.
Mana mungkin kita akan mempunyai kekuatan apabila tubuh kita tidak dipelihara dengan baik. Padahal semuanya bisa menjadi bisa menjadi indah dan berbagai ilham akan terlahirkan apabila ditunjang dengan kekuatan jasmani prima. Etos kerja pribadi muslim adalah etos yang sangat erat kaitannya dengan cara dirinya memelihara kebugaran dan kesegaran jasmaninya.
22.  Tangguh dan pantang menyerah
Keuletan merupakan modal yang sangat besar di dalam mengahapi segala tanatngan atau tekanan (pressur), sebab sejarah telah banyak membuktikan batapa banyak bangsa yang mempunyai sejarah pahit, namun akhirnya dapat keluar dengan berbagai inovasi, kohesivitas kelompok, dan mampu memberikan prestasi yang tinggi bagi lingkungan.
23.  Berorientasi pada produktivitas
Seorang muslim itu seharusnya menghayati makna yang difirmankan alloh, yang dengan sangat tegas melarang sikap mubazir karena sesungguhnya kemubaziran itu adalah benar-benar temannya setan.
Dengan penghayatan ini , tumbuhlah sikap konsekuen dalam bentuk perilaku yang selalu mengarah pada cara kerja yang efisien (hemat energi).
Sikap seperti ini merupakan modal dasar dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang selalu berorientasi kepada nilai-nilai produktif.
Dengan demikian, dia selalu berhitung efisien, artinya selalu membuat perbandingan antara jumlah keluaran (perfomance) dibandingkan dengan energi (waktu tenaga) dan dia keluarkan (produktivitas;keluaran yang dihasilkan berbanding dengan masukan dalam bentuk waktu dan energi).
Demikianlah, karena setiap pribadi muslim sangat menghayati arti waktu sebagai aset , dia tidak mungkin membiarkan waktu berlalu tanpa arti.
24.  Memperkaya jaringan silaturrahmi

Rosulullah SAW bersabda “Barang siapa yang ingin panjang umurnya dan banyak rezeki, sambunglah silaturrahmi” Apa kuncinya seseorang yang bersilaturrahmi dapat panjang umur dan banyak rezeki ?
Bersilaturrahmi berarti membuka peluang dan sekaligus mengikat simpul-simpul informasi dan menggerakkan kehidupan. Manusia yang tidak atau enggan bersilaturrahmi untuk membuka cakrawala pergaulan sosialnya atau menutup diri, dan asyik dengan dirinya sendiri, pada dasarnya dia sedang mengubur masa depannya. Dia telah mati sebelum mati.
25.  Mereka memiliki semangat perubahan
Pribadi yang memiliki etos kerja sangat sadar bahwa tidak akan ada satu makhlukpun di muka bumi ini yang mampu mengubah dirinya kecuali dirinya sendiri. Betapapun hebatnya seseorang untuk memberikan motivasi, hal itu hanyalah sebuah kesia-siaan belaka, bila pada diri orang tersebut tidak ada keinginan untuk dimotivasi, tidak ada elan api yang menyala-nyala untuk mengubah diri. Benarlah apa yang difirmankan Allah SWT …..”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah keadaan diri mereka sendiri…(Ar-Rad : 11). Ayat ini mengajak kita untuk memainkan peran, mengubah nasib, dan menempatkan diri dalam posisi diri yang mulia ataukan yang hina.

Ubahlah Fikiran Anda
Bila Anda mengubah fikiran Anda
Anda mengubah keyakinan diri Anda
Bila Anda mengubah keyakinan diri Anda
Anda mengubah harapan-harapan Anda
Bila mengubah harapan-harapan Anda
Anda mengubah sikap Anda
Bila Anda mengubah sikap Anda
Anda akan mengubah tingkah laku Anda
Bila Anda mengubah tingkah laku Anda
Anda mengubah kinerja Anda
Bila Anda mengubah kinerja Anda
Anda telah mengubah nasib Anda
Bila anda mengubah nasib Anda
Anda telah mengubah hidup Anda


DAFTAR ISI
 
K.H Toto Tasmara, “Membudayakan Etos Kerja Islami”. Jakarta : Gema Insani 2002

1 komentar: