Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru
untuk mencegah dampak negatif terhadap
perkembangan emosi ( mudah marah, egois, anarkis, dll),
perkembangan moral ( sopan santun, tawuran, dll)
dan perkembangan psiko-sosial (pergaulan bebas, gang, narkoba, dll)
1.
Perkembangan
emosi
Berikut
ini adalah bentuk-bentuk upaya yang dilakukan untuk mengembangkan emosi remaja
agar berkembang kearah kecerdasan emosional antara lain dengan belajar
mengembangkan :
a.
Keterampilan
Emosional
·
Mengidentifikasi
dan memberi nama atau label perasaan
·
Mengungkapkan
perasaan
·
Menilai
intensitas perasaan
·
Mengelola
perasaan
·
Mengendalikan
dorongan hati
·
Menunda
pemuasan
·
Mengurangi
stres
·
Memahami
perbedaan antara perasaan dan tindakan
b.
Keterampilan
kognitif
·
Belajar
melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau
memperkuat perilaku diri sendiri
·
Belajar membaca
dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial, misalnya mengenali pengaruh sosial terhadap
perilaku dan melihat diri sendiri dalam perspektif masyarakat yang lebih luas
·
Belajar
mengungkapkan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan,
misalnya mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran, mengidentifikasi
tindakan-tindakan alternatif dan memperhitungkan akibat-akibat yang mungkin
timbul
·
Belajar
memahami sudut pandang orang lain (empati)
·
Belajart
memahami sopan santun yaitu perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang
tidak
·
Belajar
bersikap positif terhadap kehidupan
·
Belajar
mengembangkan kesadaran diri, misalnya mengembangkan harapan-harapan yang
realistis tentang diri sendiri
c.
Keterampilan
perilaku
·
Mempelajari
keterampilan komunikasi nonverbal misalnya berrkomunikasi melalui pandangan
mata, ekspresi wajah, gerak gerik, posisi tubuh dan sebagainya
·
Mempelajari
keterampilan komunikasi verbal, misalnya mengajukan permintaan dengan jelas,
mendeskripsikan sesuatu kepada orang lain dengan jelas, menaggapi kritik secara
efektif, menolak penagruh negatif, mendengarkan orang-orang lain, dan ikut
serta dalam kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan
komunikasi verbal
Cara
lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi
remaja agar dapat memiliki kecerdasan emosional adalah dengan melakukan
kegiatan-kegiatan yang didalamnya terdapat materi yang dikembangkan oleh Daniel
Goleman (1995) yang kemudian diberi nama Self-ScieneCurriculum yaitu sebagai
berikut :
a.
Belajar
mengembangkan kesadaran diri
b.
Belajar
mengambil keputusan pribadi
c.
Belajar
mengelola perasaan
d.
Belajar
menangani stres
e.
Belajar
berempati
f.
Belajar
berkomunikasi
g.
Belajar membuka
diri
h.
Belajar
mengembangkan pemahaman
i.
Belajar
menerima diri
j.
Belajar
mengembangkan tanggung jawab pribadi
k.
Belajar
mengembangkan ketegasan
l.
Mempelajari dinamika
kelompok
m.
Belajar
menyelesaikan konflik
2.
Perkembangan
moral
Suatu sistem
sosial yang paling berusaha menumbuh kembangkan sistem moral yang didalmnya
terdapat nilai dan sikap kepada anak dadalah keluaraga khususnya orang tua.
Oreang tua seharusmnya memberikan suri tauladan yang baik kepada anaknya,
penerapan budaya (adat timur) terhadap anak serta penerapan religi. Selain itu
orang tua mampu menrapkan perkembangan moral yang baik bisa melalui pendidikan,
pengasuhan, pendampingan, perintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi
edukatif lainnya. Para orang tua menanamkan nilai-nialai yang luhur, moral dan
sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi
penerus yang diharapkan.
Upaya
pengembangan moral (yang didalamnya terdapat sikap dan nilai) diharapkan dapat
dikembangkan secara efektif dilingkungan sekolah. Akhir-akhir ini, karena
semakin maraknya perilaku remaja yang kurang menjungjung tinggi nilai-nilai,
moral, dan sikap positif maka diberlakukan lagi pendidikan budi pekerti
disekolah. Penentuan kelulusan siswa, tidak hanya didasarkan pada prestasi
akademik belaka melainkan harus dikaitkan dengan budi pekerti siswa tersebut.
Implikasi bagi
pendidikan dari hasil penelitian Blatt adalah bahwa guru harus serius membantu
para siswa mempertimbangkan berbagai konflik moral yang sesungguhnya, memikirkan
cara pertimbangan yang digunakan dalam menyelesaikan konflik moral, melihat
ketidak konsistenan cara berfikir, dan menemukan jalan untuk mengatasinya.
Untuk dapat melaksanakannya, guru harus memahami tingkatan berfikir siswa dan
menyesuaikannya dalam berkomunikasi dengan tingkat diatasnya, memusatkan
perhatian pada proses bernalar siswa, serta membantu siswa mengatasi konflik
yang dapat mengantarkannya kepada kesadaran bahwa pada tahap berikutnya akan
lebih memadai.
Salah satu
pendidikan moral yang dapat ditempuh adalah menggunakan model yang disebut
dengan “ pengembangan konflik-kognitif “. Adapun prosedur cognitive-conflict
induction untuk membantu perkembangan moral adalah :
o
Bentuk kelompok
siswa yang beranggotakan 10 orang setiap kelompok
o
Jadwalkan 2
kali seminggu untuk mendiskusikan berbagai dilema moral
o
Berikan
tema-tema yang dilema moral yang dapat mencetuskan konflik kognitif ( yaitu
rasa tidak pasti mengenai apa yang benar dan memadainya keyakinan moral yang
ada )
o
Aktifkan
diskusi antar anggota kelompok dengan menggunakan 2 tahap perkembangan moral
yang berdekatan. Penentuan tahapan ini penting karena siswa akan berargumentasi
sesuai dengan tahap perkembangan moralnya
o
Selam diskusi
guru pada awalnya mendukung dan menjelaskan semua argumentasi yang berada satu
tahap di atas tahap perkembangan moral terendah. Misalnya, guru mendukung
argumentasi siswa yang berada pada tahap 3 dari pada tahap 2
o
Apabila
argumentasi tampak di pahami oleh siswa, guru justru menentang argumentasi yang
digunakan oleh tahap 3 sambil menggunakan situasi-situasi dan menjelaskan semua
argumentasi yang berasal dari tahap di atasnya yaitu tahap 4
o
Pada akhir
semester, semua siswa peserta diskusi pada setiap kelompok itu di uji ulang
untuk mengukur perkembangan moralnya untuk mengetahui konsistensi atau
perkembangan moralnya itu setelah berlangsung sekian lamanya.
Namun perlu di tegaskan bahwa program diskusi moral diruang nkelas
hanyalah merupakan salah satu contoh bagaimana metode pengembangan kognitif (
cognitive development) diterapkan di sekolah. Pendekatan diskusi kelas
seharusnya merupakan bagian dari keterlibatan yang lebih luas dan lebih
bertahan bagi para siswa dalam kehidupan sosial dan moral sekolah. Jika
dibandingkan dengan berusaha menanamkan seperangkat nilai yang sudah di
terapkan sebelumnya dan tidak dipersoalkan kembali, sebaiknya guru menguji
siswa dengan persoalan-persoalan moral atau dilema-dilema moral yang dihadapi
oleh komunitas sekolah seebagai masalah yang harus diselesaikan.
3.
Perkembangan
psiko-sosial
Dorongan yang
kuat pada remaja untuk melepaskan diri dari orang tua dan ditunjang oleh
koheresivitas dan solidaritas yang kuat
terhadap kelompok teman sebayanya, seringkali remaja membentuk apa yang
dikenal dengan istilah geng. Mereka beranggapan bahwa dengan membentuk dan
masuk sebagai anggota geng akan merasa kuat dan merasa aman karena anggota
gengnya pasti akan melindungi dan membela dirinya. Akibatnya, dengan
terbentuknya geng dan telah diakuinya sebagai angota geng mereka menajdi lebih
berani mengambil resiko karena didorong kebutuhan untuk diakui dan dikagumi.
Sebagaimana
telah ditekankan diatas bahwa yang lebih penting bagi orang tua maupun pendidik
lainnya adalah harus sanggup melihat potensi dan segi positif lain pada remaja.
Sebab, segi-segi negatif itu sebenarnya hanya merupakan suatu outgrowth atau
suatu akibat wajar dari masa pertumbuhan dan perkembangan yang demikian
pesatnya sehingga mereka sendiri kurang mampu mengendalikannya. Padahal hati
kecil mereka sendiri tidak menghendakinya.
Untuk itu,
orangtua hendaknya mampu memperlihatkan dirinya sebagai teladan atau menjadi
contoh kepribadianyang hidup atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Dengan
demikian, remaja akan memperoleh materi pelajaran yang sangat berharga dan akan
belajar apa saja yang mereka saksikan, alami, dan hayati sehari-hari dari
kepribadian orang tuanya. Jika orang tua menginginkan anak remajanya menjunjung
tinggi asas demokrasi, orang tua hendaknya mengembangkan dan menjunjung tinggi
asas demokrasi dalam memperlakukan atau mendidik anak remajanya.
Orang tua
hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan
terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggungjawab sendiri. Dalam masalah
seks, misalnya orangtua harus mengemukakan secara hati-hati dan menjaga
kerahasiaan remaja (confidential). Orang tua harus mampu menasehati remaja
untuk belajar menguasai diri karena perkembangan seksual tidak linier dan
bersamaan munculnya atau perkembangannya dengan kemampuan ekonomis dan kesipan
untuk menerima tugas sebagai orangtua.
Dalam koonteks
bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan 3 jenis pola
asuh orang tua yaitu :
1.
Pola asuh bina
kasih
2.
Pola asuh unjuk
kuasa
3.
Pola asuh lepas
kasih
Lingkungan pendidikan berikutnya, setelah keluarga adalah
lingkungan sekolah.Sekolah sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk
menyelenggarkan pendidikan tentunya tidak kecil peranannya dalam membantu
perkembangan hubngan sosial remaja. Dalam konteks ini, gurupun harus mampu
mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Jika guru tetap
berpendirian bahwa diri nya sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang
memegang kekuasaan penuh, perkembangan sosial remaja akan terganggu. Sebab, remaja
sudah bukan anak-anak yang senantiasa memiliki sikap mengagumi gurunya sebgai
tokoh yang harus dipatuhi melebihi siapapun. Untuk itu, guru harus mampu
mengembangkan perannya, selain sebgai guru juga sebagai pemimpin yang
demokratis. Guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup
menarik minatr anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang
diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak semata-mata
mengajar, melainkan juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran
sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina
para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan
demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembang secara
maksimal.
Tugas utama masyarakat adalah menekankan seminimal mungkin tingkah
laku atau sikap negatif para remaja dan mengembangkan tingkah laku positif
termasuk didalamnya perkemabangan hubungan sosial remaja. Para pemimoin dalam
masyarakat. Seperti pemimpin oraganisasi politik, agama, dan organisasi lainnya
memikul tugas dan tanggung jawab dalam upaya pengembangan hubungan sosial
remaja agar tidak mengarah kepada hubungan sosial yang bersifat negatif dan
destruktif.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Mohammad Ali dan Prof.Dr.Mohammad Asrori, “ Psikologi
Remaja Perkembangan Peseta didik”. Jakarta : Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar