Sabtu, 05 Januari 2013

ARTIKEL USAHA MENCEGAH DAMPAK NEGATIF TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI, MORAL, DAN PSIKO-SOSIAL



Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru
untuk mencegah dampak negatif terhadap
perkembangan emosi ( mudah marah, egois, anarkis, dll),
perkembangan moral ( sopan santun, tawuran, dll)
dan perkembangan psiko-sosial (pergaulan bebas, gang, narkoba, dll)



1.      Perkembangan emosi
Berikut ini adalah bentuk-bentuk upaya yang dilakukan untuk mengembangkan emosi remaja agar berkembang kearah kecerdasan emosional antara lain dengan belajar mengembangkan :
a.       Keterampilan Emosional
·         Mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan
·         Mengungkapkan perasaan
·         Menilai intensitas perasaan
·         Mengelola perasaan
·         Mengendalikan dorongan hati
·         Menunda pemuasan
·         Mengurangi stres
·         Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan
b.      Keterampilan kognitif
·         Belajar melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri
·         Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial, misalnya mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku dan melihat diri sendiri dalam perspektif masyarakat yang lebih luas
·         Belajar mengungkapkan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, misalnya mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran, mengidentifikasi tindakan-tindakan alternatif dan memperhitungkan akibat-akibat yang mungkin timbul
·         Belajar memahami sudut pandang orang lain (empati)
·         Belajart memahami sopan santun yaitu perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak
·         Belajar bersikap positif terhadap kehidupan
·         Belajar mengembangkan kesadaran diri, misalnya mengembangkan harapan-harapan yang realistis tentang diri sendiri
c.       Keterampilan perilaku
·         Mempelajari keterampilan komunikasi nonverbal misalnya berrkomunikasi melalui pandangan mata, ekspresi wajah, gerak gerik, posisi tubuh dan sebagainya
·         Mempelajari keterampilan komunikasi verbal, misalnya mengajukan permintaan dengan jelas, mendeskripsikan sesuatu kepada orang lain dengan jelas, menaggapi kritik secara efektif, menolak penagruh negatif, mendengarkan orang-orang lain, dan ikut serta dalam kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi verbal
Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat memiliki kecerdasan emosional adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang didalamnya terdapat materi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) yang kemudian diberi nama Self-ScieneCurriculum yaitu sebagai berikut :
a.       Belajar mengembangkan kesadaran diri
b.      Belajar mengambil keputusan pribadi
c.       Belajar mengelola perasaan
d.      Belajar menangani stres
e.       Belajar berempati
f.       Belajar berkomunikasi
g.      Belajar membuka diri
h.      Belajar mengembangkan pemahaman
i.        Belajar menerima diri
j.        Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi
k.      Belajar mengembangkan ketegasan
l.        Mempelajari dinamika kelompok
m.    Belajar menyelesaikan konflik

2.      Perkembangan moral
Suatu sistem sosial yang paling berusaha menumbuh kembangkan sistem moral yang didalmnya terdapat nilai dan sikap kepada anak dadalah keluaraga khususnya orang tua. Oreang tua seharusmnya memberikan suri tauladan yang baik kepada anaknya, penerapan budaya (adat timur) terhadap anak serta penerapan religi. Selain itu orang tua mampu menrapkan perkembangan moral yang baik bisa melalui pendidikan, pengasuhan, pendampingan, perintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif lainnya. Para orang tua menanamkan nilai-nialai yang luhur, moral dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan.
Upaya pengembangan moral (yang didalamnya terdapat sikap dan nilai) diharapkan dapat dikembangkan secara efektif dilingkungan sekolah. Akhir-akhir ini, karena semakin maraknya perilaku remaja yang kurang menjungjung tinggi nilai-nilai, moral, dan sikap positif maka diberlakukan lagi pendidikan budi pekerti disekolah. Penentuan kelulusan siswa, tidak hanya didasarkan pada prestasi akademik belaka melainkan harus dikaitkan dengan budi pekerti siswa tersebut.
Implikasi bagi pendidikan dari hasil penelitian Blatt adalah bahwa guru harus serius membantu para siswa mempertimbangkan berbagai konflik moral yang sesungguhnya, memikirkan cara pertimbangan yang digunakan dalam menyelesaikan konflik moral, melihat ketidak konsistenan cara berfikir, dan menemukan jalan untuk mengatasinya. Untuk dapat melaksanakannya, guru harus memahami tingkatan berfikir siswa dan menyesuaikannya dalam berkomunikasi dengan tingkat diatasnya, memusatkan perhatian pada proses bernalar siswa, serta membantu siswa mengatasi konflik yang dapat mengantarkannya kepada kesadaran bahwa pada tahap berikutnya akan lebih memadai.
Salah satu pendidikan moral yang dapat ditempuh adalah menggunakan model yang disebut dengan “ pengembangan konflik-kognitif “. Adapun prosedur cognitive-conflict induction untuk membantu perkembangan moral adalah :
o   Bentuk kelompok siswa yang beranggotakan 10 orang setiap kelompok
o   Jadwalkan 2 kali seminggu untuk mendiskusikan berbagai dilema moral
o   Berikan tema-tema yang dilema moral yang dapat mencetuskan konflik kognitif ( yaitu rasa tidak pasti mengenai apa yang benar dan memadainya keyakinan moral yang ada )
o   Aktifkan diskusi antar anggota kelompok dengan menggunakan 2 tahap perkembangan moral yang berdekatan. Penentuan tahapan ini penting karena siswa akan berargumentasi sesuai dengan tahap perkembangan moralnya
o   Selam diskusi guru pada awalnya mendukung dan menjelaskan semua argumentasi yang berada satu tahap di atas tahap perkembangan moral terendah. Misalnya, guru mendukung argumentasi siswa yang berada pada tahap 3 dari pada tahap 2
o   Apabila argumentasi tampak di pahami oleh siswa, guru justru menentang argumentasi yang digunakan oleh tahap 3 sambil menggunakan situasi-situasi dan menjelaskan semua argumentasi yang berasal dari tahap di atasnya yaitu tahap 4
o   Pada akhir semester, semua siswa peserta diskusi pada setiap kelompok itu di uji ulang untuk mengukur perkembangan moralnya untuk mengetahui konsistensi atau perkembangan moralnya itu setelah berlangsung sekian lamanya.
Namun perlu di tegaskan bahwa program diskusi moral diruang nkelas hanyalah merupakan salah satu contoh bagaimana metode pengembangan kognitif ( cognitive development) diterapkan di sekolah. Pendekatan diskusi kelas seharusnya merupakan bagian dari keterlibatan yang lebih luas dan lebih bertahan bagi para siswa dalam kehidupan sosial dan moral sekolah. Jika dibandingkan dengan berusaha menanamkan seperangkat nilai yang sudah di terapkan sebelumnya dan tidak dipersoalkan kembali, sebaiknya guru menguji siswa dengan persoalan-persoalan moral atau dilema-dilema moral yang dihadapi oleh komunitas sekolah seebagai masalah yang harus diselesaikan.
3.      Perkembangan psiko-sosial 
Dorongan yang kuat pada remaja untuk melepaskan diri dari orang tua dan ditunjang oleh koheresivitas dan solidaritas yang kuat  terhadap kelompok teman sebayanya, seringkali remaja membentuk apa yang dikenal dengan istilah geng. Mereka beranggapan bahwa dengan membentuk dan masuk sebagai anggota geng akan merasa kuat dan merasa aman karena anggota gengnya pasti akan melindungi dan membela dirinya. Akibatnya, dengan terbentuknya geng dan telah diakuinya sebagai angota geng mereka menajdi lebih berani mengambil resiko karena didorong kebutuhan untuk diakui dan dikagumi.
Sebagaimana telah ditekankan diatas bahwa yang lebih penting bagi orang tua maupun pendidik lainnya adalah harus sanggup melihat potensi dan segi positif lain pada remaja. Sebab, segi-segi negatif itu sebenarnya hanya merupakan suatu outgrowth atau suatu akibat wajar dari masa pertumbuhan dan perkembangan yang demikian pesatnya sehingga mereka sendiri kurang mampu mengendalikannya. Padahal hati kecil mereka sendiri tidak menghendakinya.
Untuk itu, orangtua hendaknya mampu memperlihatkan dirinya sebagai teladan atau menjadi contoh kepribadianyang hidup atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Dengan demikian, remaja akan memperoleh materi pelajaran yang sangat berharga dan akan belajar apa saja yang mereka saksikan, alami, dan hayati sehari-hari dari kepribadian orang tuanya. Jika orang tua menginginkan anak remajanya menjunjung tinggi asas demokrasi, orang tua hendaknya mengembangkan dan menjunjung tinggi asas demokrasi dalam memperlakukan atau mendidik anak remajanya.
Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggungjawab sendiri. Dalam masalah seks, misalnya orangtua harus mengemukakan secara hati-hati dan menjaga kerahasiaan remaja (confidential). Orang tua harus mampu menasehati remaja untuk belajar menguasai diri karena perkembangan seksual tidak linier dan bersamaan munculnya atau perkembangannya dengan kemampuan ekonomis dan kesipan untuk menerima tugas sebagai orangtua.
Dalam koonteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan 3 jenis pola asuh orang tua yaitu :
1.      Pola asuh bina kasih
2.      Pola asuh unjuk kuasa
3.      Pola asuh lepas kasih
Lingkungan pendidikan berikutnya, setelah keluarga adalah lingkungan sekolah.Sekolah sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarkan pendidikan tentunya tidak kecil peranannya dalam membantu perkembangan hubngan sosial remaja. Dalam konteks ini, gurupun harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Jika guru tetap berpendirian bahwa diri nya sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh, perkembangan sosial remaja akan terganggu. Sebab, remaja sudah bukan anak-anak yang senantiasa memiliki sikap mengagumi gurunya sebgai tokoh yang harus dipatuhi melebihi siapapun. Untuk itu, guru harus mampu mengembangkan perannya, selain sebgai guru juga sebagai pemimpin yang demokratis. Guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minatr anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak semata-mata mengajar, melainkan juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembang secara maksimal.
Tugas utama masyarakat adalah menekankan seminimal mungkin tingkah laku atau sikap negatif para remaja dan mengembangkan tingkah laku positif termasuk didalamnya perkemabangan hubungan sosial remaja. Para pemimoin dalam masyarakat. Seperti pemimpin oraganisasi politik, agama, dan organisasi lainnya memikul tugas dan tanggung jawab dalam upaya pengembangan hubungan sosial remaja agar tidak mengarah kepada hubungan sosial yang bersifat negatif dan destruktif.




DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Mohammad Ali dan Prof.Dr.Mohammad Asrori, “ Psikologi Remaja Perkembangan Peseta didik”. Jakarta : Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar